Developmental Basketball League (DBL) membuat keputusan berani pada 2009. Yakni, membuka Honda DBL 2009 di Jayapura, Papua. Dan ternyata, seri tersebut justru menjadi salah satu yang terbaik.
---
Sebanyak 16 kota disinggahi Honda Developmental Basketball League (DBL) 2009. Lima kota lebih banyak dari 2008. Yang membuat orang banyak bingung, kompetisi ini justru dimulai dari kota paling jauh, Jayapura.
Seri pembuka itu diselenggarakan selama enam hari pertandingan. Yakni pada 16-23 Januari 2009. Penyelenggaraannya bertempat di GOR Cenderawasih. Waktu itu, sebanyak 25 tim ikut berpartisipasi.
Keputusan membuka kompetisi di Papua sudah dibuat jauh hari sebelumnya. Bahkan, sebelum Honda DBL 2008 berakhir pada Agustus tahun tersebut.
“Cita-cita kami mengembangkan kompetisi di semua daerah. Tidak mengenal batasan wilayah. Selama ini, Papua dikenal sebagai kontributor besar olahraga Indonesia. Namun, tak banyak yang mau menyelenggarakan event besar di sana,” kata Azrul Ananda, commissioner DBL.
Ternyata, pilihan itu tidak salah. “Honda DBL di Jayapura merupakan salah satu pengalaman paling berkesan selama mengembangkan kompetisi ini,” ucap Puji Agus Santoso, manager basketball operation DBL Indonesia yang menjadi team leader di Papua.
Dalam hal peserta, memang masih 25 tim. Hanya saja, dalam hal penonton, tidak banyak daerah menyambut Honda DBL semeriah Papua. Dari menit pertama pertandingan pertama, sampai detik terakhir pertandingan penutup, GOR Cenderawasih selalu penuh. Bahkan sampai menolak-nolak penonton.
Total, sekitar 18 ribu penonton menyaksikan Honda DBL di Papua. Luar biasa, mengingat harga tanda masuk di Jayapura merupakan yang termahal. Sampai dua atau tiga kali lipat di kota-kota yang lain.
Memang, tidak ada cerita kalau tidak ada kendala. Sehari sebelum pembukaan, GOR Cenderawasih “diserobot” salah satu partai politik untuk berkampanye. Akibatnya, panitia baru bisa menyiapkan gedung untuk pertandingan pada pukul 20.00 WIT pada 15 Januari lalu. Padahal, pertandingan sudah akan diselenggarakan keesokan harinya pukul 12.00.
Malam itu, seluruh komponen bekerja ekstrakeras. Tim DBL Indonesia dan tim Cenderawasih Post (dengan ketua panitia Lucky Ireeuw, ketika itu redaktur pelaksana koran terbesar di Papua tersebut) bekerja menyiapkan perangkat pertandingan. Tim Astra Motor Papua, BNI Cabang Jayapura, dan sponsor lain bekerja menyiapkan branding untuk dekorasi gedung pertandingan.
Tak ketinggalan tim dari Perbasi Papua, yang kerja keras menyiapkan lapangan dan ring untuk pertandingan (menggunakan portable court karena lapangan kayu asli GOR Cenderawasih sudah tak layak pakai).
Berunntung, semua selesai on time. Hanya dalam 18 jam, gedung sudah siap pakai. Bahkan, ketika pertandingan perdana Honda DBL 2009 dimulai, gedung terkesan mewah.
Tapi, masalah belum berakhir. Sampai hari itu, bola Proteam kiriman dari Surabaya belum sampai di Jayapura. Padahal sudah dikirim lebih dari dua pekan sebelumnya. Katanya hilang di Makassar, tapi entah sebenarnya seperti apa. Lagi-lagi untung, panitia sudah membawa beberapa bola untuk kebutuhan display. Bola pamer itulah yang dipakai untuk laga hari pertama.
Di akhir kompetisi ini, problem logistik juga terjadi. Kostum finalis baru datang pagi sebelum final! Alasannya sama, katanya barang sempat hilang di Makassar. Untuk antisipasi, malam sebelum final, tim dari League sudah diminta untuk terbang ke Jayapura sambil membawa kostum cadangan.
“Banyak sekali cerita di Papua. Kami belajar banyak sekali di sini,” ujar Arizal Perdana Putra, coordinator event and entertainment DBL Indonesia yang ikut menjadi anggota tim di Jayapura.
Berkat sukses besar di Jayapura, Azrul Ananda bertekad terus mengembangkan kompetisi ini di Papua. “Kami yakin peserta terus bertambah, dan penonton terus antusias. Semangat penonton-lah yang membuat kami terus bersemangat,” ucapnya.
Jhon Ibo, Ketua Perbasi Papua, menegaskan bahwa Honda DBL 2009 memang layak dibuka di Papua. Bahkan kalau perlu, setiap tahun dibuka di Papua. “Matahari terbit lebih dulu di Papua,” tandasnya.(*)