Oleh: Fiana*
Pertama tahu DBL, saya langsung salut. Ternyata ada perusahaan yang menyediakan wadah, yang secara konsisten terlibat dalam membangun karakter anak-anak Indonesia lewat basket.
Saya merasakan sendiri hal itu. Ketika anak saya, Dhanawan Prasidya Soegono, terpilih mewakili pelajar Jakarta mengikuti Honda DBL Camp 2014. Saya ingat waktu itu baru saja menjalani operasi lutut. Masih dalam masa pemulihan. Tapi saya paksakan untuk mendampingi anak saya ke Surabaya. Di sana saya bisa melihat DBL begitu disiplin menjalankan Honda DBL Camp.
Saya sendiri tak bisa ketemu anak saya langsung. Saya dan orang tua lainnya hanya diizinkan melihat sesi latihan selama camp. Dari sanalah saya dapat kesempatan melihat lebih jauh seperti apa sebenarnya konsep DBL Camp itu. Juga bagaimana konsep student athlete-nya.
Saya mengapresiasi kegiatan itu. Baik dari sisi pemberian materi oleh ahlinya hingga proses eliminasi yang sangat ketat. Menurut saya, DBL bukan hanya mencetak banyak pemain basket. Yang mereka lakukan lebih dari itu. Mereka bisa membentuk bibit atlet sesuai dengan potensi dan karakter personal pemain.
Sebagai orang tua, saya sangat mendukung kegiatan DBL. Karena mereka berkomitmen bahwa selain harus berprestasi di bidang olahraga, pemain juga wajib tetap mengutamakan prestasi akademik.
Hal lain yang membuat saya salut adalah ketika Dhanawan hendak berangkat ke Amerika Serikat bersama DBL. Saat itu saya mengajukan permintaan bimbingan belajar. Sebab waktu itu anak saya sudah kelas 12. Dia akan melangsungkan ujian. Puji Syukur, permintaan saya ternyata diakomodir. Itu yang membuat saya kagum, DBL benar-benar menjalankan konsep student athlete. Menurut saya konsep seperti itu penting.
* Penulis adalah ibunda Dhanawan Prasidya Soegondo (Honda DBL All-Star 2014).
Punya pengalaman seputar basket dan dance? Boleh kirim opininya ke redaksi@dblindonesia.com