Gaung DBL Play Skills Competition sampai kemana-mana. Bukan dari dalam negeri saja. Tapi, juga sampai ke luar negeri. Tepatnya hingga ke negeri tetangga, Malaysia.
Merujuk dari peraturan DBL Play Skills Competition, siapa saja memang boleh ikut berpartisipasi pada kompetisi basket virtual pertama di Indonesia ini tanpa terkecuali. Asalkan masih berstatus pelajar SMA sederajat. Dan berstatus warga negara Indonesia (WNI).
Karena itulah, Tsabit Sadewo boleh turut berpartisipasi pada DBL Play Skills Competition. Dengan statusnya sekolah di luar negeri, Tsabit harus bersaing di West Conference.
Tsabit sendiri memang sudah tak asing dengan DBL Indonesia. Sewaktu ia masih duduk di bangku SMP menjelang SMA, ia sudah mengikuti perkembangan soal DBL. Dirinya punya impian untuk main di Honda DBL. Sayangnya, harapan itu harus pupus, ia tidak bisa ikut Honda DBL. Lantaran sejak lulus SMP dirinya harus ikut orang tua hijrah ke Kuala Lumpur. Dan melanjutkan pendidikan tingkat menengah atas di Sekolah Indonesia Kuala Lumpur (SIKL).
Tepat tahun lalu ia sempat kembali ke Indonesia. Tsabit turut menonton pertandingan temannya yang berlaga di Honda DBL Seri Banten. “Tahun 2019, aku nonton temanku di Tangerang. Jujur aku kepengin banget main di Honda DBL,” imbuhnya.
Gayung bersambut, kata berjawab. DBL Play Skills Competition hadir di tengah pandemi. Dirinya merasa beruntung bisa ikut di DBL Play Skills Competition. Sebab, di Malaysia ia mengaku kesulitan untuk mengembangkan basketnya. Terlebih di usianya yang masih menginjak 16 tahun. “Di sini, aku jarang main dengan teman sebaya. Sekalinya basketan, sama yang sudah senior,” tandasnya.
Meski baru ikutan sejak week ke-3, ia tetap merasa senang sekali. Impiannya bersaing di kompetisi yang diselenggarakan DBL, akhirnya bisa terwujud.
“Wah, Alhamdulillah banget ada DBL Play Skills Competition ini. Aku bisa menyalurkan hobi basketku. Bisa juga bersaing sama teman-teman di Indonesia, keinginan dari SMP ikut DBL tersampaikan,” ungkapnya.
Student athlete yang duduk di kelas XI itu merasa cukup percaya diri dengan kemampuannya untuk bisa bersaing dengan challengers se-Indonesia. Meskipun, ia belajar basket secara otodidak. “Aku basket dari SD, cuma nggak ikut klub. SMP aku pesantren, jadi belum basket, paling lihat YouTube aja,” terangnya.
Di Malaysia sendiri, Tsabit banyak belajar dari rekan basket seniornya, karena belum bisa berlatih secara intens di sana. Tsabit sendiri serius dalam menjalani setiap challenge yang diberikan. Dirinya optimis, bisa mengejar ketertinggalan dari peserta lainnya. Ia berjanji akan memaksimalkan setiap challenge yang tertinggal.
“Sejak Subuh, aku langsung ke lapangan, kadang sendiri ataupun ditemani ayah. Aku selesaikan challenge dulu sebelum waktu belajar online jam 9 pagi waktu Malaysia. Lalu sore aku juga cicil challenge lainnya. Seharian total mungkin bisa lima challenge langsung aku kerjakan,” terangnya.
Sejauh ini ia tidak merasa terbebani dengan challenge yang ada. Justru, ia sangat bersemangat untuk melibas setiap tantangan. Satu hal yang ia tanamkan supaya tetap konsisten menjalani setiap challenge. “Balik lagi, aku udah kepengin main di DBL. Ini kesempatan yang nggak boleh disiakan. Aku cukup percaya diri dengan kemampuanku,” pungkasnya. (*)