Asa SMAN 1 Guguak mengarungi kompetisi Honda DBL West Sumatera Series 2019 berakhir tragis. Perjuangan mereka untuk melesat lebih tinggi tak mampu digapai. Langkah mereka harus terhenti pada hari pertama.

Kenyataan pahit itu tak dapat dielak. Pertarungan sengit melawan SMAN 2 Padang tidak bisa mereka menangkan. Alhasil SMAN 1 Guguak harus angkat koper lebih awal.

Capaian ini begitu menyesakkan hati. Mengingat perjuangan berat yang harus mereka lalui demi ikut berkompetisi.

Kecamatan Guguak di Kabupaten Lima Puluh Kota memang cukup jauh dari Kota Padang. Tim harus menempuk jarak sejauh 136,4 kilometer menggunakan bus sekolah. Perjalanan itu memakan waktu sekitar empat jam.

Sangat wajar jika SMAN 1 Guguak berharap bisa melebarkan sayap pada Honda DBL seri Sumatera Barat musim lalu. Apalagi dengan begitu banyak usaha yang harus mereka lakukan sebelum pertandingan.

Coach Sandre Ertanto berbagi cerita yang cukup mengiris hati itu. Anak asuhnya tak pernah mengeluh meski latihan dalam kondisi serba kekurangan. Fasilitas untuk basket jauh dari kata memadai.

"Contohnya untuk bola. Stoknya sangat terbatas. Dulu sekolah punya enam bola, tapi sekarang tinggal dua," ungkapnya.

Padahal jumlah siswa yang latihan tiap hari luar biasa banyaknya. Tidak hanya tim yang dipersiapkan untuk Honda DBL saja. Setidaknya dalam satu sesi latihan diperlukan paling tidak 15 bola untuk mengakomodir kebutuhan seluruh siswa.


Coach
Sandre pun terpaksa pinjam ke klub Nightmare BBC di mana dia menjabat sebagai ketua. Hanya saja upaya itu tidak mampu menutupi kekurangan bola. "Itu pun cuma dua bola. Karena yang layak hanya itu," aku pelatih 28 tahun ini.

Sebagai pelatih tunggal, ia harus pintar membuat program. Biasanya coach Sandre membuat latihan circuit training. Pola ini memungkinkan sebagian pemain latihan dengan bola, sebagian latihan fisik, dan sebagian lagi latihan kelincahan.

Hasilnya tentu kurang maksimal. Sandre mengakui itu. Faktor kurangnya bola dalam latihan itu juga berdampak besar pada permainan tim di DBL.

"Di situlah kesulitan kami. Di DBL dituntut ball handling anak-anak harus bagus. Itu sangat sulit kami capai. Memang tidak dapat dimungkiri, kami sangat terbatas untuk sarana prasarana," ujar coach Sandre.

Namun, latihan dengan alat seadanya itu tidak lantas memupus semangat juang para pemain. Walau di sisi lain mereka tahu tidak akan mudah untuk bersaing.

"Kami punya prinsip. Kami harus dapatkan balasan untuk waktu yang telah kami keluarkan dan lelah yang kami keluarkan. Tidak ada yang tidak mungkin," tegasnya.

Itulah mengapa SMAN 1 Guguak masih belum menyerah. Mereka bertekad untuk terus mencoba lagi dan lagi. Suatu hari nanti mereka ingin menjadi yang terbaik di Honda DBL seri Sumatera Barat.(*)

Populer

Trilogi Final DBL Jakarta: Bulungan Makin Komplet dengan Kombinasi Pemain!
Drama Overtime Antarkan SMAN 1 Pacet Mojokerto ke Playoffs
Awaluddin Hatta Ingin Kuliah di Fakultas Ilmu Keolahragaan UNM Makassar
Mimpi Turun-temurun, Sachi dan Sang Ayah Solid Ingin Rasakan Indonesia Arena
Pantang Menyerah, Zikra Ingin Tutup Masa SMA dengan Manis di DBL Camp