SURABAYA – Beberapa tahun belakangan, istilah sneakerhead atau pecinta sepatu semakin booming. Bahkan saking booming-nya sebagian dari mereka lantas menjadi seorang influencer. Nah, mungkin tak hanya yang tahu bahwa founder DBL Indonesia, Azrul Ananda juga seorang sneakerhead. Bahkan, jauh sebelum di Indonesia mulai muncul demam menjadi demam sneakers.
Dalam Mainbasket Talks, podcast portal basket terbesar di Indonesia, Mainbasket.com, Azrul Ananda pun bercerita bahwa sejak 10 tahun lalu dia merupakan seorang sneakerhead. Bahkan sejak kecil ia sudah memiliki benih-benih cinta akan sepatu. “Saya ingat, sekitar kelas empat atau lima SD, saya menabung untuk membeli sepatu Nike. Harganya waktu itu masih Rp 28 ribu,” ujar Azrul Ananda.
Lalu, gairahnya menyukai sneakers mulai memuncak ketika Azrul mendapatkan beasiswa belajar di Amerika Serikat. Kala itu, ia mendapatkan roommate yang juga seorang sneakerhead. Azrul pun sering diajak hunting sepatu Air Jordan ke pasar loak.
Bahkan, ia pun sering “dipinjam” untuk mengantri agar temannya memperoleh sepatu yang sama dengan jumlah lebih dari satu. Hal ini dikarenakan ukuran kakinya yang sama dengan temannya.
“Zaman dulu nggak ada ebay atau penjualan online. Jadi kita harus benar-benar antri di footlocker untuk mendapatkan sepatu yang kita inginkan,” tambahnya.
Lambat laun, koleksi sepatu Azrul pun makin banyak. Lebih dari empat ratus pasang sepatu. Yang ia simpan di apartemennya. Bahkan, membuat ayahnya, Dahlan Iskan, kesusahan melangkah di apartemennya. Namun, dari sekian banyak yang ia koleksi, Azrul sangat suka dengan Nike Air Zoom Spiridon, keluaran 1997.
Nah, sekarang Azrul telah menjelma menjadi seorang sneakerhead yang sangat diimpikan banyak sneakerhead lain. Ia memiliki signature shoe-nya sendiri. Tak hanya satu, namun ada enam signature shoes! Mulai dari seri AZA 1 hingga AZA 6.
Kisah itu bermula pada 2009. Pabrikan sepatu League, yang kala itu bekerja sama dengan DBL Indonesia, menunjukkan sebuah sepatu edisi khusus Azrul Ananda. Ditunjukkan langsung ke orangnya.
“Dari situ seolah pintu terbuka dan lampu menyala. Akhirnya, muncul sepatu edisi saya sejak 2009,” ujar Azrul.
Namun, seiring waktu berjalannya, sepatu itu harganya semakin melambung. Tak lain karena selalu laku. Selalu habis. Hingga sold out. Padahal, Azrul memiliki mimpi untuk menghancurkan barier basket agar Basket di Indonesia semakin berkembang. Dan salah satu faktornya adalah sepatu basket yang harganya sangat mahal.
“Akhirnya, saya pun bertemu Ardiles yang juga sama-sama dari Surabaya. Saya minta sepatu seharga Rp 500 ribu, Ardiles malah bisa menyanggupi di bawahnya. Dari sinilah jodoh bertemu,” tambahnya.
Ingin tahu selengkapnya? Langsung aja dengerin podcastnya disini.