SURABAYA - "Ayo Smatagku jangan loyo, ayo Smatagku jangan loyo" chant itu terdengar lantang di sepanjang pertandingan tim basket putra SMA 17 Agustus 1945 Surabaya melawan SMAN 1 Mojokerto di babak penyisihan Honda DBL East Java Series 2019 - North Region.
Secara tak langsung nyanyian itu memompa semangat tim basket SMA 17 Agustus 1945 Surabaya. Meskipun mereka akhirnya harus mengakui keunggulan lawannya, tapi perlawanan yang diberikan anak-anak Smatag -julukan SMA 17 Agustus 1945- begitu luar biasa.
Suporter Smatag yang memiliki julukan Ultras Madness itu tak henti-hentinya bernyanyi dari atas tribun. Mereka juga membangun mozaik keren. Tak hanya itu, Ultras Madness yang datang lebih dari 500 orang juga menyiapkan 3D koreo serta totem berkepala banteng.
Koordinator Ultras Madness, Gibran Thariq, menjelaskan filosofi di balik totem berkepala banteng itu. "Kami memilih koreo ini karena banteng adalah simbol untuk mewakili kekuatan dan semangat. Dan warna merah melambangkan keberanian kami menghadapi situasi apapun. Jadi intinya kami akan tetap berjuang dan berusaha keras apapun hasilnya," terang siswa kelas 12 itu.
Thariq pun berharap semangat positif ini terus berlanjut di tahun depan. Terutama kepada juniornya yang nantinya akan ganti meramaikan DBL Arena. "Ini kan tahun terakhir saya sebagai ketua. Saya berharap adik-adik bisa melanjutkan perjuangan dan terus mengharumkan nama Smatag," ujarnya sambil menahan tangis.
Pertandingan antara SMA 17 Agustus 1945 Surabaya melawan SMAN 1 Mojokerto memang penuh haru. SMA 17 Agustus 1945 memang akhirnya harus mengakui keunggulan lawannya. Langkah mereka untuk bisa kembali ke babak utama pun belum berhasil diwujudkan. Tapi apapun hasil pertandingan sore itu, Ultras Madness tetap menorehkan catatan luar biasa. Sampai jumpa di musim depan Smatag dan Ultras Madness!