Runtuhnya Kutukan “Urban Legend” Buksi vs Sapta Eka

| Penulis : 

Air mata haru bercucuran membasahi wajah pelatih Bukit Sion, Jap Ricky Lesmana kala buzzer panjang berbunyi di final Honda DBL 2019 DKI Jakarta Championship Series, 26 Oktober silam. Eksspresinya ini sungguh berbeda dari biasanya. Seperti ada suatu hal yang membuncah, lalu meledak.

Itu terjadi saat Buksi (julukan SMA Bukit Sion) mengandaskan rival abadinya SMAN 71 Jakarta di partai puncak dengan skor tipis 62-59. “Dua tahun beruntun tim gue kalah sama SMAN 71. Tahun lalu kita nggak ketemu, eh tahun ini (2019) ketemu. Saya bilang ke anak-anak sikat! Kalahin SMAN 71, bawa pulang kemenangan dan piala tuh,” ucapnya

Layaknya filosofi roda yang berputar, fase naik turunnya sebuah tim juga pernah dialami Buksi. Pertemuan Bukit Sion kontra SMAN 71 memang bak cerita yang melegenda di perhelatan Honda DBL DKI Jakarta.

Kisah itu bermula pada DBL seri ibu kota edisi empat tahun silam. Di babak semifinal Buksi tumbang dari Sapta Eka (60-54). Kala itu, Buksi datang dengan nama besar. Ya, tim besutan Jap Ricky sedang di atas angin.

Mereka membawa gelar sebagai tim juara bertahan Honda DBL DKI Jakarta Series 2015 plus titel back to back champion hasil juara di tahun sebelumnya. Saat itu, publik pun seakan tutup mata. Berekspetasi bahwa 2016 akan kembali menjadi milik Buksi.

Angan-angan itu muncul bukan tanpa sebab. Pasalnya, titel back to back champion yang disandang Buksi cukup bermakna. Yang berarti, Buksi belum terkalahkan di Honda DBL sejak tahun 2014. Beberapa pemain yang turut mengantarkan Buksi jadi kampiun, macam Jason Lie atau James Huang juga masih ada di roster.

Kondisi itu justru berbanding terbalik dengan Sapta Eka (julukan SMAN 71). Tim besutan Addy Mulyadi sendiri tak ikut serta di Honda DBL DKI Jakarta setahun sebelumnya. Belum lagi, Buksi juga tampil garang sedari babak awal.

Sebelum jumpa Sapta Eka, Buksi mampu menang dengan margin yang cukup besar. Mereka menggasak SMAN 82 (56-20). Lalu, SMA Cita Buana juga ditumbangkan (35-27). Jelang semifinal, SMA Kasih Kemuliaan ditundukkan (32-19). Namun, nyatanya modal itu belum cukup membantu Buksi.

“Itu benar-benar di luar prediksi saya. Saya kaget banget, Tapi, saya akui itu kekalahan buat kami. Regenerasi jadi pekerjaan rumah setelah kita bisa juara dua tahun beruntun. Saya akui Buksi pernah mengalami krisis pemain,” terangnya.

“Di samping itu persiapan untuk 2016 juga kurang. Karena saya kurang intens memegang tim, terpecah fokus bersamaan dengan saya pegang tim Sahabat,” tandasnya lagi.  Jap Ricky coba pecut kembali tim asuhnya. Berbenah atas kekalahan dan kegagalan dari Sapta Eka. Tapi, dewi fortuna seakan belum menghampiri Buksi.

Setahun setelah 2016, Buksi kembali dikejutkan dengan performa tim asal Duren Sawit itu. Buksi kembali takluk. Yang mengejutkan mereka terhenti di round two fase knock out Honda DBL seri ibu kota.

“Tahun 2017 itu parah banget deh kita mainnya. Ini masih soal pembibitan, pas sekali regenerasi kita juga baru masuk ke SMA tahun 2017, abis juara Junior DBL. Waktu itu kan kelas X belum bisa main di DBL. Oke, saya tetap percayakan kepada anak-anak, ada Darryl, Dixie, dan kakak kelasnya yang main di 2016,” paparnya.

“Jujur waktu itu saya ngamuk, emosi banget. Tim ini bermain sangat egois. Saya akui itu kesalahan saya sebagai pelatih. Mereka bermain nggak sesuai dengan instruksi. Itu jadi kekalahan kedua beruntun kami dari SMAN 71,” kenang Jap Ricky.

Hebatnya, ia tak patah arang. Ia punya kemauan yang besar. Ia punya janji dengan sekolah ini. Untuk membawa tim basketnya menjadi tim superior di ibu kota. Menghadapi musim 2018, ia mulai berbenah. Jap Ricky mempelajari kesalahan dan kekurangan dari tim dengan detail.

Dirinya sadar betul, Buksi bukan lagi tim underrated kala dulu ia mulai menukangi Buksi di tahun 2010. Buksi sudah mulai diperhitungkan. Kekalahan dua tahun beruntun dengan lawan yang sama tentu jadi pertanyaan besar dari kebanyakan orang. Kemana Buksi? Apakah sudah berakhir?

Tidak, Buksi belum berakhir. Justru mereka kembali tampil superior di awal musim 2018. Mereka kembali jadi kampiun. Merebut tahta yang direnggut. Mereka tak terkalahkan di Honda DBL DKI Jakarta dua tahun silam.

Tak mau terlena dengan torehan juara di musim 2018, Jap Ricky kembali meracik formula guna bisa mempertahankan gelar juaranya pada musim 2019. Diawali dengan jadi juara regional Jakbar, Buksi tidak terhadang hingga bisa melenggang ke partai puncak Championship Series.

Lawannya? Iya mereka bertemu rivalnya kembali, Sapta Eka. Tim yang mengandaskan Buksi dua tahun beruntun. Tim yang membuat kebanyakan orang bertanya dengan taji seorang Jap Ricky. Tim yang membuat “Urban Legend” di gelaran Honda DBL DKI Jakarta. Partai final seri ibu kota musim lalu penuh akan cerita masa lampau. Serta bayangan kelam bagi Jap Ricky.

“Saya penasaran dua tahun loh kita kalah sama SMAN 71. Pas banget mereka (SMAN 71) masuk ke Champ Series. Saya jadikan motivasi, pokoknya tahun ini gue harus bisa ketemu mereka dan kita harus bisa menang sama mereka,” tuturnya. “Ternyata mereka ke final, ketemu sama kita. Oke waktunya buktiin tahun 2019 milik Buksi,” cetusnya.

Sedikit tarik ke belakang, setelah Buksi memastikan diri ke babak Championship Series. Segala persiapan dilakukan. Salah satunya dengan mengikuti rangkaian kompetisi di luar DBL. Agar bisa membuat timnya bisa bertanding lebih percaya diri.

Momentumnya adalah kala Buksi bisa bersua dengan SMAN 116 Jakarta (PPOP), tim yang juga pernah mengalahkannya di final Honda DBL DKI Jakarta 2013.

“Kita emang kalah waktu ketemu SMAN 116 di IPEKA Tomang cup. Tapi, bukan skor yang saya lihat. Saya berikan anak-anak pengalaman, coba lawan tim yang bagus. Saya terapkan man to man defense, biar bisa jaga baik waktu di DBL nanti, sesuai dengan aturan di DBL,” tungkasnya.

Benar saja, Buksi bersua kembali dengan Sapta Eka. Ia perbaiki segala aspek yang membuat timnya kalah. Utamanya soal materi pemain dan regenerasi. Mereka bisa menang atas rivalnya di final seri ibu kota. Tuntas sudah misi "balas dendam" Buksi. Akhirnya, Jap Ricky bisa meruntuhkan kutukan atas Sapta Eka.

“Rasanya plong, tuntas deh semuanya di final. Tapi, emang gue masih kalah kalah 2-1 nih. Tapi jelas, satunya ini berharga banget karena di final. Saya membuktikan dengan game yang tight saya masih jadi yang terbaik. Dan bisa mengembalikan yang orang bilang tentang cerita lawan SMAN 71. Pressure benar-benar dapet. Adrenalin saya selalu meningkat kalau lawan mereka (SMAN 71) ,” tutupnya dengan senyum bahagia. (*)

Populer

Bener Nggak Sih Olahraga Malam Nggak Bagus Buat Kesehatan?
Menuju Musim Baru: SMAN 8 Bandung Diminta Bermain Lepas dan Menikmati Game
Mulus ke Big Eight, Coach Bayu Beri Catatan untuk Tiga Empat
Kilas Balik: Kebangkitan Al-Maruf yang Membahayakan
Menuju Championship Series: Dian Harapan Andalkan Dua Pemain Kunci