Jordan dan Basket yang Tak Terpisahkan

| Penulis : 

Sejak kecil Jordan memang menunjukkan passionnya terhadap basket. Ketika melihat ring basket dan bola basket, ia selalu mencoba untuk melakukan shooting. Kadang masuk, kadang juga meleset.

Namun, Jordan tidak pernah secara gamblang bilang bahwa ia ingin bermain basket. Hingga akhirnya saya melihat pendaftaran DBL Academy Pakuwon Mall. Saya pun menawarkan Jordan apakah dia pengin ikut atau tidak. Apalagi dia juga ikut latihan futsal di sekolahnya.

Tanpa basa-basi, ia langsung mengiyakan tawaran tersebut. Dan saya tidak menyangka, dari sini ia menjadi bintang di lapangan dan juga di hati saya dan suami.

Selama satu tahun lebih, ia belajar banyak tentang dasar basket. Melangkah ke jenjang selanjutnya dan selalu berprogress di setiap harinya.

Puncaknya, Jordan ditawari untuk ikut ajang pencarian bakat di RTV. Saluran tv nasional. Acara tersebut bernama Super 10 Indonesia. Menyaring ratusan anak bertalenta untuk unjuk gigi di depan penonton.

Meski sempat menolak, akhirnya ia mau untuk mengikutinya. Bukan karena tidak bisa. Tapi ia malu karena harus tampil di depan banyak orang. Saya pun memberikan sedikit pencerahan.

“Ini kesempatan besar dan sayang loh kalau dilewatkan,” ujarku kepada Jordan.

Kalimat ini seolah membuat Jordan berpikir dua kali dan mau ikut kompetisi ini. Saya juga tidak memaksa dia untuk segera memutuskan. Bahkan, keputusan ia mau ikut berselang sepuluh hari dari yang saya ucapkan.

Tahap demi tahap pun ia lalui. Mulai dari berbagai challenge hingga unjuk bakat di depan dewan juri seperti Demian Aditya, Nardji, hingga Tara de Thouras.

Kini ia berada di tahap 20 besar. Bersama 20 anak yang juga bertalenta dengan keahlian yang berbeda-beda. Nantinya ia akan kembali unjuk gigi bersama anak lainnya pada 8 Februari 2020.

--

Bagi saya, hal ini membuat saya bangga. Namun, yang lebih membuat saya bangga adalah bagaimana Jordan di usianya yang masih belia paham tentang kekalahan bukan akhir segalanya.

Saya ingat dulu ketika Jordan TK mengikuti sebuah lomba. Dia kalah. Dia menangis. Dan sedikit ngambek.

Sekarang, dia sudah memiliki jiwa kesatria. Kalah bukan akhir dari segalanya. Kalah justru menjadi awal untuk menjadi lebih baik. Ia selalu berlapang dada ketika timnya atau dirinya kalah. Meski saya tahu di dalam hatinya ia sangat kecewa.

Selain itu, saya juga selalu mengajak diskusi setelah kalah. Ya, diskusi untuk mengevaluasi apa yang menurut Jordan kurang ketika di lapangan. Dan apa yang harus diperbaiki agar bisa jadi lebih baik.

Selain itu, ia juga sangat disiplin. Terlambat seolah tidak ada di kamusnya. Bahkan, Jordan selalu mengajak kami berangkat lebih dulu. Meski terlihat simpel, hal ini sangat bagus karena jika anak sejak dini sudah disiplin maka dia akan terbiasa untuk melakukannya hingga dewasa.

--

Jordan bagi saya adalah anak yang luar biasa. Dari basket dia mau dan bisa belajar banyak. Tak hanya belajar skill, ia mau belajar tentang pentingnya sportifitas, kedisiplinan, dan tentunya jiwa kesatria.

Saya bangga dengan Jordan. Anak saya yang suka dengan basket. Yang mau bekerja keras demi basket. Dan Basket juga mengajarkan banyak hal ke Jordan. Jordan dan basket tak bisa terpisahkan.

 

 

Populer

Mengenal Pola Pertahanan dalam Permainan Basket dan Teknik Melakukannya
Bulungan Siap Mati-matian Hadapi Misi Revans Jubilee di Final DBL Jakarta!
Berikut Ukuran dan Tinggi Ring Basket yang Sesuai Aturan FIBA
Mengenal Kopi Good Day, Produk Kopi Anak Muda yang Banyak Rasa
Shuttle Run: Pengertian, Manfaat dan Cara Melakukannya