JOGJAKARTA-Dalam babad pewayangan Jawa, Srikandi adalah seorang dewi yang sangat maskulin. Lahir sebagai reinkarnasi Dewi Amba, Srikandi muda sangat mahir dalam keprajuritan. Dewi Srikandi menjadi suri teladan prajurit wanita.
Dia bertindak sebagai penanggung jawab keselamatan dan keamanan kesatrian Madukara, prajurit yang dia pimpin dengan segala isinya. Praktis Srikandi adalah sosok yang tak mengenal kata takut serta sangat berani.
Karakter itulah yang coba untuk diadaptasi oleh anak-anak Stella Duce 1 Jogjakarta, baik di dalam lapangan maupun di tribun. Untuk urusan di lapangan, mereka sudah membuktikannya dengan mampu menjejakkan kakinya di final Honda DBL DI Jogjakarta 2019.
Pun dengan di tribun dan pinggir lapangan. Meski sekolah yang satu ini dihuni oleh cewek-cewek, mereka selalu menunjukkan totalitas dan loyalitas dalam mendukung tim basketnya. Wujud dukungannya bermacam-macam. Namun satu yang wajib adalah dengan menghadirkan sosok Srikandi sebagai maskot di pinggir lapangan. Tahun ini, sosok maskot itu ada pada diri Regina Clarissa.
Rere, begitu ia biasa dipanggil terpilih menjadi maskot lantaran dinilai cocok oleh kawan-kawannya. Tahun ini, para pendukung Stece yang disebut We Are Stece ingin menghadirkan sosok Srikandi yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya.
“Biasanya secara postur, yang jadi Srikandi itu berbadan kecil. Nah tahun ini coba cari yang badannya lebih besar dari biasanya. Supaya kelihatan,” katanyi.
Sebenarnya ada beberapa kandidat siswi Stece yang siap didapuk untuk menjadi maskot. “Tapi mundur karena berbagai alasan. Akhirnya jadilah aku sebagai maskot,” ujarnyi ketika ditemui seusai Stece menekuk SMAN 4 Jogjakarata di babak Fantastic Four, Rabu (30/10).
Selain itu karakter Rere sehari-hari dianggap cocok mewakili identitas Srikandi ala Stece yang genit, energik, dan gak malu-malu. Hal itu Rere buktikan ketika di pinggir lapangan. Sembari beberapa kali berlarian dan melompat-lompat, siswi kelas XII ini kerap mengomando teman-temannya di tribun untuk menyanyi dan berteriak lebih keras. Tak berhenti disitu, cewek kelahiran Jakarta 17 Agustus 2002 silam itu juga sering melakukan beberapa atraksi seperti split.
Meski terlihat menikmati perannya itu, Rere curhat bahwa ia sempat agak bimbang untuk mengemban tugas tersebut. “Awalnya aku iya-iyain aja. Lama-kelamaan semakin mendekati hari kompetisi aku jadi mikir, bahkan sempat mau mundur,” katanyi.
Rere bilang kepercayaan yang kadung dia emban itu takut mengecewakan teman-temannya. “Tapi temen-temen tetep dukung dan beberapa kasih saran. Akhirnya aku tetep maju,” ujarnyi.
Keputusan itu dirasa Rere tepat. Maju sebagai maskot membuatnya memiliki keintiman tersendiri dalam mendukung tim basketnya. “Karena aku kan jadi yang paling dekat dengan tim basket ketika mendukung mereka. Aku juga ngikutin banget gimana perjuangan mereka dari awal sampai akhirnya tembus final,” katanyi. Hal itu terasa semakin spesial karena tahun ini adalah tahun terakhirnya sebagai siswi Stece.
Bagi Rere pribadi, kenangan tahun terakhirnya di Stece akan menjadi semakin manis apabila Athalia Wynne dkk mampu mengangkat gelar Honda DBL DI Jogjakarta Series secara back to back. Ketika ditanya bagaimana kans kawan-kawannya yang akan berlaga melawan SMAN 2 Jogjakarta, Sabtu (2/11) nanti, dia optimis Stece mampu mewujudkannya.
“Asalkan teman-teman bisa main tenang. Karena aku amati, permainan mereka akan buyar kalau gak bisa jaga ketenangan,” pesannyi.