Mendung masih bergelayut di kawasan Kebon Jeruk. Hujan baru saja membasahi kawasan itu. Semerbak bau tanah basah menemani sejumlah siswa-siswi berseragam serba biru memadati lobi utama sekolahnya, SMA Bukit Sion Jakarta. Penulis mendatangi sekolah itu Jumat, 8 November 2024 lalu.
Kedatangan penulis memang berbarengan saat jam pulang sekolah, pukul 14.55 WIB. Setiap area yang saya susuri selalu dipadati oleh siswa dan siswi yang hendak pulang. Ada juga dari mereka yang sedang menunggu jemputan tiba.
Langkah saya kemudian terhenti di pinggir lapangan. Aktivitas di sana pun tak kalah ramai, banyak siswa dan siswi yang sedang bermain basket seusai sekolah.
Ada satu sosok yang menarik perhatian saya pula saat tiba di sana. Dia adalah Ryansean Bastian Gunawan. Pemain kelas 11 Buksi. Saat tiba di lobi sekolah Buksi, penulis melihatnya baru keluar kelas.
Sosoknya yang tinggi menjulang dengan perawakan yang proporsional membuat Ryansean memang mudah dikenali oleh orang lain.
Baru selesai kelas, Ryansean yang masih memakai seragam biru mudanya itu langsung bergegas ke lapangan basket sambil menggendong tas sekolahnya.
Buksi sendiri memiliki lapangan basket yang berada di belakang kelas, di samping kantin.
Belum juga Ryansean mengganti seragamnya, ia langsung menaruh tasnya di sisi lapangan, di bangku tribun. Kemudian, ia mengambil bola basket dan menembakkannya ke ring. Berkali-kali.
Kegiatannya pun disusul oleh teman-temannya yang lain, yang tentu saja pemain basket Buksi juga. Wajah lain yang cukup akrab menyusul ke dalam lapangan, mereka adalah Alexander Ralphael, Marcell Widjaja, Ethan Jackson, dan Ronny Wijaya.
Baca juga: Rafael Pasha Nantikan Tembakan Maut Efrael Yerusyalom di Indonesia Arena
Semua pemain yang saya sebutkan di atas juga dalam keadaan yang sama dengan Ryansean. Baru keluar kelas, masih berseragam, dan menggendong tas sekolah.
Mereka kompak datang ke lapangan dan langsung mengambil bola basket. Mereka bergantian melakukan gerakan defense dan offense dalam garis perimeter.
Menariknya, saat itu waktu menunjukkan pukul 15.00 WIB. Masih ada waktu satu jam lagi sebelum jadwal latihan rutin Buksi dimulai. Tetapi, semua pemain basket Buksi telah siap untuk latihan.
Tak lama, pemain-pemain lainnya menyusul. Mereka bergantian mengganti seragam sekolahnya dengan jersey basket. Kostum untuk mereka latihan. Padahal, masih ada waktu satu jam lagi sebelum latihan benar-benar dimulai. Bahkan, tim pelatih pun belum sampai di sekolah saat itu.
Hmmm...ternyata mereka memang sengaja memulai latihan sendiri sebelum pelatihnya datang.
Ternyata seperti ini cara tim-tim kuat DBL Jakarta mempertahankan performa mereka. Datang lebih awal dari jadwal latihan dan memulai "memanaskan" tubuhnya lebih dulu.
Penulis memutuskan duduk sejenak di pinggir lapangan. Seraya istirahat setelah menempuh perjalanan dari Depok ke Kebon Jeruk, Jakarta Barat.
Makin lama kondisi sekolah mulai sepi. Menyisakan pemain Buksi yang baru saja memulai latihannya.
Tak lama berselang, saya melihat sosok tak asing yang baru saja tiba. Ia adalah Jap Ricky Lesmana, pelatih Buksi. Ketika penulis menghampiri dan menyalaminya, Jap Ricky langsung memamerkan lapangan yang dimilki oleh Buksi.
"Liat nih, masa udah dikasih lapangan kayak begini kita gak sampe ke Final. Sekolah udah ngasih fasilitas kayak begini, kami gak perlu harus sewa lapangan di luar, di sekolah aja udah cukup," ucap Jap Ricky menyambut, sembari menunjukan fasilitas lapangan yang dimiliki Buksi.
Buksi tengah menjalani latihan perdana menuju Final Honda DBL with Kopi Good Day 2024 Jakarta Championship di Indonesia Arena pada 6 Desember 2024 mendatang. Untuk ketiga kalinya, tim asuhan Jap Ricky itu kembali bersua SMA Jubilee Jakarta.
Baca juga: 6 Kategori Sold Out! Ini Sisa Tiket Final DBL Jakarta di Indonesia Arena...
Jap Ricky mengaku tak ada strategi baru yang khusus digunakan untuk menghadapi Jubilee nanti. Ia hanya kembali membedah strategi yang biasa ia gunakan supaya para pemain asuhannya semakin mengerti peran mereka di lapangan.
Tetapi, Jap Ricky adalah Jap Ricky. Meskipun tak ada yang baru atau banyak perubahan, ia tetap ingin anak-anaknya sempurna di lapangan. Latihan yang berulang-ulang, berkali-kali, dan mendetail, ia terapkan untuk anak-anaknya.
Sekali lagi, Jap Ricky tetaplah Jap Ricky. Kalau anak didiknya salah, jangan harap ia diam saja. Suaranya menggelegar, menggema, dan nyaring. Mengoreksi anak didiknya.
Saat itu ia meneriaki anak didiknya yang salah dalam menerapkan pola offense yang ia berikan. "Hey! Lo mau jaga apa kalo gitu?"
Kondisi sekolah yang sudah mulai sepi membuat teriakannya menjadi satu-satunya sumber suara di Buksi saat itu. Beruntung, penulis berada di sisi lapangan dan agak jauh dari sana. Jadi telinga ini masih aman-aman saja. Walaupun sempat kaget. Sedikit.
"Gak ada yang beda dari pola-pola yang saya kasih. Paling saya breakdown lagi aja buat final nanti supaya tiap pemain jelas tugasnya apa aja. Pastinya saya harus siapin mental para pemain dan menjaga fokus para pemain termasuk saya," ujar Jap Ricky ketika penulis ajak bicara dari pinggir lapangan.
Sejak final kontra Jubilee pada musim 2022 silam, Buksi selalu menelan kekalahan dan berakhir menjadi runner up. Kini Buksi tengah mempersiapkan diri dalam misi menjegal sang juara bertahan itu meraih three peat dan merebut kembali kejayaan.
Nyaris satu tahun sejak final musim lalu, Jap Ricky sudah mempersiapkan Buksi untuk Final kali ini. Hal tersebut dilakukan tentu demi membawa tim yang ia latih sejak tahun 2010 itu kembali menjadi juara DBL.
Jap Ricky turut menunjukan banner juara Buksi yang terpampang di atas lapangan kepada saya.
Banner tersebut menunjukan Buksi yang menjadi juara DBL Jakarta sejak 2014. Terdapat lima banner yang terpasang di atas lapangan itu. Menandakan lima kali sudah Buksi menjuarai DBL Jakarta.
"Bukan masalah menang atau kalah, tapi soal memberikan yang terbaik di laga nanti. Saya harus persiapkan yang terbaik sejak tahun lalu supaya bisa cetak banner lagi di atas lapangan," ucapnya sambil menunjukan capaian Buksi melalui sekumpulan banner tersebut.
Hari mulai gelap, azan Maghrib pun samar-samar terdengar. Penulis menyudahi wawancara karena memang bahan yang terkumpul sudah cukup. Jap Ricky juga telah bergegas pulang.
Tetapi, situasi di lapangan masih panas. Anak-anak Buksi belum juga berhenti. Mereka masih berlari kesana-sini memainkan bola. Lima pemain siap dalam posisi defense. Lima lainnya di arah berlawanan dalam posisi menyerang.
Sisa tiga pemain lainnya, termasuk siswa SMP yang ikut latihan, ada di sisi lapangan. Melihat 10 pemain di lapangan melakukan pola bermain yang baru saja dilatih oleh Jap Ricky.
Oh, mereka masih meneruskan latihan. Terus-menerus, berkali-kali, dan mendetail. Sampai mereka puas. Jap Ricky sudah pulang. Sisa pemain-pemain Buksi saja di sana.
Penulis pun memutuskan untuk bergegas pulang juga. Meninggalkan pemain Buksi yang masih belum bosan latihan untuk Final DBL Jakarta di Indonesia Arena nanti.
Sekali lagi penulis sadar, ternyata seperti ini cara tim-tim dominan di DBL Jakarta mempertahankan performa mereka. Datang lebih awal dan pulang lebih lama dari jadwal latihan.
Satu atau dua kali menerapkan pola bermain saja tidak cukup. Ternyata harus berulang-ulang, berkali-kali, dan sampai detail. Belum lagi mereka juga harus kuat jika dimarahi pelatihnya.
Kalau rutinitas latihan mereka seperti ini, mampukah Buksi bisa menjadi juara di Final DBL Jakarta di Indonesia Arena dan revans atas Jubilee? Kita tunggu bersama.(*)
Ikuti terus serial Dominasi Buksi di DBL Play!
Bagian 1: Di Balik Dominasi Buksi di DBL Jakarta, Ada Semangat Grow Together!
Bagian 2: 14 Tahun Latih Buksi, Begini Cara Jap Ricky Bikin Tim Superior! Sempat Digaji...
Bagian 3: Utamakan Kesehatan Pemain, Buksi Punya Dokter, Fisioterapi, dan Psikolog Khusus
Bagian 4: Riovaldo Renjiro, Dari Pangkalpinang Hingga Bawa Buksi ke Indonesia Arena