*) Tulisan ini disarikan dari wawancara dan tulisan Rachmad Sendjaja, orang tua dari Auriel Rahayu.

 

27 September 2019, adalah hari yang tak akan ia lupakan sepanjang hidupnya. Auriel Rahayu, putri saya, akhirnya meraih mimpi yang telah ia pelihara sejak belia: tampil menjadi pebasket yang gemilang, dan membawa piala juara pulang.

Auriel Rahayu, lahir tujuh belas tahun lalu. Saat ia tiba di dunia, keluarga kami dipenuhi oleh suka cita, doa-doa, dan harapan-harapan bahwa kelak, anak yang kami panggil dengan nama Oyel, akan menjadi terang bagi dunia. Perlahan-lahan ia mulai tumbuh menjadi seorang gadis sederhana namun penuh dengan cita-cita.

Basket adalah salah satu olah raga yang menawarkan mimpi bagi Auriel. Ia, memiliki cita-cita, bahwa kelak ia bisa menjadi seorang basket profesional.

Mimpi itu baru saja ia raih beberapa pekan lalu. Namun, itu bukan puncak. Keberhasilannya membawa SMA Gloria 1 Surabaya di tampuk juara adalah gerbang pembuka, yang akan menuntun langkahnya berpetualang di gelanggang basket yang lebih besar. Berbekal semangat dan konsistensi, saya percaya bahwa ia meraihnya suatu saat nanti.

Mulanya, Auriel adalah seorang gadis yang penakut. Ia sempat ragu untuk menekuni basket. Sebab, ia terlahir dengan bentuk kaki X. Oleh sebab itu, kami sebagai orang tua menawarkan ke dia untuk menekuni musik saja. Karena, saudara-saudaranya juga piawai bermain musik.

Namun, Auriel justru bertekad untuk memilih basket sebagai jalan pedang. Meskipun memiliki postur tubuh yang mungil, ia tetap bersikeras untuk menjadi pebasket.

Kami tak menyangka dia akan punya prestasi di bidang ini. Kami dibuat takjub dia bisa membawa terang bagi saya dan keluarga melalui basket. Dia menjawab bawah dengan keberanian, semuanya kekurangan dapat dikikis. Segala keraguan bisa dipatahkan.

Saat duduk di bangku SMP, Auriel pernah gagal mengikut seleksi tim. Namun ia tidak menyerah. Saya ingat, ada sebuah momentum yang kemudian mempertebal semangat anak saya. Awalnya, ia tak dipanggil untuk memperkuat tim sekolahnya. Namun, karena beberapa hal, salah satu punggawa timnya ada yang mengundurkan diri.

Auriel mengisi posisi itu, dan ia berhasil unjuk gigi di ajang Junior DBL. Saat itu Auriel dan timnya berhasil melaju hingga partai final. Namun, mereka belum beruntung karena gagal di fase akhir. Selepas laga, Auriel berkata kepada saya “Suatu saat saya akan menjadi champion, Pa.” Terharu saya mendengar semangatnya saat itu.

Hati saya pun terbuka. Saya merasa ada potensi di dalam anak saya ini. Oleh karena itu, sebagai orang tua saya harus menyokong cita-citanya. Saya mempercayakan Auriel untuk menekuni basket lewat DBL Academy.

Di sana, ia bertemu dengan pelatih-pelatih bernas yang senantiasa mengasa kemampuan Auriel. Perkembangannya signfikan.

Saya sempat menemukan momen-momen di mana dia menangis. Dan harus berlatih hingga larut malam. Sebagai papa, saya tanya ke dia, apakah masih sanggup. Seketika senyum merekah dari wajahnya. “No pain, no gain. Just Pray for me,” katanya.

Sejak saat itu, saya percaya bahwa ia memegang teguh tanggung jawabnya. Penampilan Auriel semakin moncer saat ditangani oleh coach Desandrew. Dengan keyakinan penuh merawat harapan yang turut tumbuh besertanya, akhirnya Auriel berhasil meraih mimpinya. Jika Auriel saja bisa, kalian juga!

DBL.id menerima kiriman tulisan untuk kolom orang tua, guru maupun pemain. Tulisan bisa dikirim melalui email redaksi@dblindonesia.com. Atau melalui WhatsApp di link ini

 

Yuk baca juga berita-berita menarik dari mainmain.id

 

Populer

Mengenal Pola Pertahanan dalam Permainan Basket dan Teknik Melakukannya
Bulungan Siap Mati-matian Hadapi Misi Revans Jubilee di Final DBL Jakarta!
Berikut Ukuran dan Tinggi Ring Basket yang Sesuai Aturan FIBA
Shuttle Run: Pengertian, Manfaat dan Cara Melakukannya
Mengenal Kopi Good Day, Produk Kopi Anak Muda yang Banyak Rasa