Saya Erwin Triono salah satu pekerja di DBL Indonesia tepatnya di DBL Academy. Sebelum berkarya bersama DBL saya sempat merasakan atmosfer liga basket profesional pada tahun 2002 sampai 2009.

Lalu saya pensiun dan fokus menjadi pelatih di salah satu klub basket di Surabaya, CLS Surabaya. Bersama klub tersebut saya sempat merasakan betul bagaimana DBL Indonesia menjadi operator liga basket profesional. Namanya NBL Indonesia. Saat itu saya menjadi asisten pelatih klub CLS Surabaya.

Kesan pertama saya waktu itu kagum sekaligus kaget. Kenapa? Karena mereka (DBL Indonesia) benar-benar detail dan begitu memperhatikan setiap aspek saat menjadi operator liga profesional.

Mengatur jadwal pertandingan yang begitu rapi, lalu peraturan-peraturan di luar pertandingan yang secara gak langsung mengangkat nilai liga itu sendiri. Misalnya pelatih dan ofisial yang diharuskan memakai setelan rapi dan formal. Sebelumnya waktu saya menjadi pemain peraturan ini tidak ada.

Baca juga: Jackson Suwargo: DBL Adalah Jalan Atlet Indonesia Bisa Sampai Level NBA

Rasanya cuman ada waktu di NBL Indonesia. Mereka (DBL Indonesia) benar-benar memperhatikan betul value orang-orang yang terlibat (pemain, pelatih, ofisial, dan klub).

Sebelumnya saya memang sudah tahu mengenai DBL Indonesia. Dalam benak saya DBL itu kompetisi basket antarpelajar. Di Surabaya DBL itu sangat digandrungi sama anak-anak SMA.

Saya sempat bingung kenapa kompetisi basket anak SMA bisa serame itu. Eh, ternyata rasa penasaran tersebut terjawab perlahan. Mulai dari merasakan atmosfer NBL Indonesia sampai pada akhirnya saya juga menjadi partisipan di DBL Surabaya.

Iya, saya sempat merasakan atmosfer pertandingan DBL sebagai seorang pelatih. Waktu itu saya menjadi pelatih SMA Cita Hati East Surabaya. Kalau tidak salah sekitar tahun 2013, 2014, atau 2015. Waktu itu juga saya pernah sampai ikut DBL Selection yang ke Australia. Hal tersebut juga saya dapat ketika menjadi pelatih SMA Cita Hati East Surabaya.

Selama menjadi partisipan DBL, saya merasakan betul bagaimana ketatnya peraturan DBL mengenai pemain mulai dari nilai rapor mereka sampai hal-hal yang lain. Jujur saja itu sempat bikin pusing pelatih lho.

Baca juga: Astrid Septiana: Bangga Terlibat Membuka DBL Kupang, Jambi, dan Jakarta

Soalnya kan milih lagi pemain-pemain yang sesuai sama persyaratan. Sangat detail dan kompleks sekali. Hal itu juga sempat membuat saya penasaran lagi. Kenapa mereka benar-benar memikirkan hal sedetail itu.

Jawaban tersebut mulai terjawab ketika saya masuk di DBL pada tahun 2015 akhir. Saya menemukan jawabannya kenapa DBL Indonesia bisa sangat detail dan totalitas dalam berkarya untuk anak muda. Ternyata setiap orang yang bekerja di DBL itu benar-benar punya rasa saling memiliki. Lalu, tidak ada batasan untuk berkarya. Dalam artian begini ruang kreativitasnya itu sungguh besar dan lebar.

Waktu itu saya sempat kagum sama teman-teman di DBL. Setiap orang yang terlibat baik langsung maupun engga itu punya rasa saling memilik perusahaan ini (DBL Indonesia). Mungkin itu ya yang bikin DBL bisa seperti sekarang. Karena mereka yang berkarya di DBL itu benar-benar punya rasa saling memiliki dan gak ekslusif juga.

Bahkan sudah hampir sepuluh tahun saya berkarya di DBL, saya gak pernah merasakan kendala sama sekali. Padahal di awal-awal saya masuk itu saya dengan beberapa orang hitungannya mbabat alas buat DBL Academy.

Itu saya anggap sebagai salah satu serunya bekerja di DBL. mempersiapkan DBL Academy dari awal, terus menjaga kepercayaan siswa dan parents buat meningkatkan kualitas DBL Academy lebih baik.

Pada intinya selama hampir sepuluh tahun saya berkarya di DBL, saya belajar banyak sekali. Bukan cuman untuk urusan melatih saja. Tapi, dalam banyak hal. Baik soal kepelatihan, komunikasi, hingga pelajaran-pelajaran hidup lainnya.

Menurut saya DBL itu menyediakan ruang yang besar untuk semua yang terlibat baik sebagai pekerjanya atau sebagai partisipan untuk berkarya.  Untuk partisipannya DBL menyediakan wadah besar untuk mereka bermimpi.

Lewat banyak hal, mulai dari sesederhana ikut DBL, lalu bisa juara sampai di DBL Camp. Di DBL Camp sendiri menurut saya itu menjadi wadah bagi banyak anak buat bermimpi. Bermimpi untuk bisa berangkat ke Amerika Serikat.

Saya sendiri berharap ke depannya DBL semakin konsisten dan semakin melebarkan sayapnya untuk bikin liga basket antarpelajar di Indonesia. Sehingga wadahnya untuk anak bermain basket itu lebih besar.

Semakin banyak anak berani bermimpi lewat basket, semakin berkembang basket di kota-kota yang ada DBL-nya. Kalau kata Mas Azrul (Azrul Ananda) semakin banyak partisipasi ya semakin banyak prestasi. Kata-kata itu benar adanya dan menjadi mazhab DBL Indonesia.

*Tulisan ini disarikan dari hasil wawancara bersama Erwin Triono, Basketball Director DBL Academy.

Populer

Mengenal Pola Pertahanan dalam Permainan Basket dan Teknik Melakukannya
Bulungan Siap Mati-matian Hadapi Misi Revans Jubilee di Final DBL Jakarta!
Berikut Ukuran dan Tinggi Ring Basket yang Sesuai Aturan FIBA
Shuttle Run: Pengertian, Manfaat dan Cara Melakukannya
Mengenal Kopi Good Day, Produk Kopi Anak Muda yang Banyak Rasa