ESG

DBL ACADEMY

JR DBL

MAINBASKET

SAC

HAPPY
WEDNESDAY

DISWAY

MAINSEPEDA

Astrid Septiana (tiga dari kiri) usai pertandingan final Honda DBL with Kopi Good Day 2023 West Java Series

Saya Astrid Septiana Putri, bekerja di DBL Indonesia sejak 2008. Saat saya pertama kali masuk DBL, namanya masih Deteksi. Waktu itu, saya sebenarnya juga masih kuliah. Mengambil jurusan Teknik Kimia di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS).

Kalau ditanya, kenapa bisa memutuskan untuk masuk ke kantor ini, jawabannya karena untuk melanjutkan kuliah. Singkatnya, saya harus bekerja demi bisa membayar kuliah.

Ya, memang, jurusannya nggak nyambung-nyambung banget sama pekerjaan saya sekarang. Tapi saya tetap mencintai keduanya.

Awal-awal saya masuk DBL, saya harus belajar banyak hal. Terutama soal memanajemen, menyelenggarakan, sampai mengawasi jalannya event.

Baca juga: Inovasi Tiada Henti Para Suporter Iringi 20 Tahun DBL Indonesia Mengudara

Ada banyak pengalaman yang berkesan buat saya selama saya bekerja di DBL Indonesia. (Termasuk naik pesawat pertama kali dalam hidup saya. Ya, itu karena saya kerja di DBL. Kalau nggak di sini, kayaknya jarang-jarang saya bisa terbang sesering sekarang)

Satu yang paling membekas adalah ketika saya dapat kesempatan ikut membuka kompetisi (ekspansi) ke Kota Jakarta, Jambi, dan Kupang.

Jambi jadi kota ekspansi pertama yang saya lakukan. Sebelum akhirnya menyusul Jakarta, yang saat itu masih jadi Ibu Kota, kemudian Kupang.

Satu yang paling menantang saat itu adalah menjaga kualitas acara. Bukan cuma pertandingannya saja, tapi semuanya. Sampai ke hal-hal mendasar. Pokoknya, semua harus benar dan zero mistake.

Tantangan selanjutnya adalah menyamakan standart kota-kota baru ini dengan kota lain. 

Tahun 2012 lalu, saya membuka kompetisi di Jambi. Antusiasme di sana sangat luar biasa. Walaupun saya sempat kesulitan cari lapangan dan GOR yang layak.

Tahun berikutnya, 2012, saya juga menjadi salah satu tim inti DBL Indonesia dalam menggelar kompetisi di Jakarta. Status Ibu Kota saat itu menjadi momok bagi setiap orang yang menyelenggarakan event di sana.

Tapi, saya nggak ambil pusing. Bagi saya, bukan cuma Jakarta yang menjadi kota spesial. Semua kota yang dikunjungi DBL itu spesial! Dan semoga DBL bisa meneruskan ekspansi hingga ke kota-kota dan provinsi lain.

Baca juga:  Tumbuh Bersama DBL: Jackson Suwargo dari Peserta Sampai Partner Sponsor

Makanya, ketika membuka kompetisi di Jakarta. Ya, saya samakan kualitas acaranya dengan kota-kota lain. Pokoknya, walaupun statusnya saat itu masih jadi Ibu Kota, nggak ada yang dikurangi atau ditambah. Jakarta harus sama dengan kota lain. Nggak ada treatment spesial di sana!

Saat di Kupang, tantangannya lebih besar. Waktu itu tahun 2013. Karena saat itu Perbasinya mati suri selama 30 tahun lebih.

Saya dan tim DBL lain harus membuka dan melakukan penyegaran dari Perbasi daerah, kota, sampai ke pusat. Di sana, saya bertemu dengan Marthen Bana. Yang sampai saat ini menjabat sebagai sekretaris PP Perbasi NTT.

Kupang menjadi kota terakhir yang dikunjungi DBL di tahun 2013. Sangat berkesan! Dan menantang!

Walaupun tantangannya besar, tapi sebenarnya saya menikmati tiap proses yang saya lalui. Apalagi, jika melihat ke kondisi saat ini. Banyak alumni DBL yang saat ini telah sukses di jalannya masing-masing. Dan itu yang membuat saya senang, perasaan saya hangat, dan saya bangga dengan apa yang sudah saya lakukan.

Bohong jika saya tidak pernah merasa jenuh atau lelah ketika melakukan segala proses yang sangat panjang ini. Ruwet!

Tapi, saat saya ngobrol dengan anak-anak All-Star yang sudah sukses di bidangnya masing-masing, saya seperti lupa kalau saya pernah capek dan bosan. Terlalu bangga sama pencapaian mereka!

Baca juga: Unik! Anak Pengurus PBVSI Tolak Ikuti Jejak Sang Ayah, Milih Berprestasi di DBL

Kalau ditanya, tantangan apa lagi yang saya hadapi saat ini saat menggelar kompetisi DBL, saya bisa bilang kalau tantangannya masih sama. Menjaga kualitas kompetisi sampai ke dasarnya.

Nggak gampang, lho, menjaga kualitas itu. Apalagi kalau tim kamu isinya nggak cuma satu atau dua orang aja. Saat DBL menggelar kompetisi di sebuah kota, kru dan panitia bisa menyentuh angka 30an orang. Gimana caranya menyamakan pikiran orang sebanyak itu?

Nah, hal-hal seperti itu yang masih terus saya pelajari. Gimana caranya bisa menyamakan persepsi, membuat standar yang sama, sampai bergerak bersama agar setiap acara berjalan dengan lancar.

Tapi, lagi-lagi, kalau nggak ada tantangan, nggak ada yang bisa jadi cerita di lima tahun mendatang nanti. Nggak ada yang bisa saya ceritain kalau saya jadi Menpora nanti. Heheheh.

Dan tantangan ini lah yang membantu saya bisa mengupgrade diri. Menambal segala kekurangan saya, memperbaiki apa yang salah, merasakan dan belajar banyak hal asing dan baru.

Saya Astrid, Senior Manajer Event DBL Indonesia. Sudah 16 tahun saya di DBL. Selama itu, saya belajar banyak hal yang nggak bisa saya sebut satu persatu. Dan saya akan selalu bangga untuk bilang kalau saya adalah bagian dari keluarga DBL Indonesia. (*)

*Tulisan ini disarikan dari hasil wawancara dengan Astrid Septiana Putri, Senior Manajer Event DBL Indonesia, tentang pengalamannya di DBL Indonesia.

  RELATED ARTICLES
Comments (0)
PRESENTED BY
OFFICIAL PARTNERS
OFFICIAL SUPPLIERS
SUPPORTING PARTNERS
MANAGED BY