Ini cerita lain soal alumni DBL yang menjadi anggota polisi. Bisa dibilang ia alumnus yang memang "Agak Laen".

Ia tak sekadar berhasil menembus Akademi Polisi (Akpol), yang tesnya sangat sulit itu. Ia justru berhasil menjadi lulusan terbaik atau Adhi Makayasa. 

Sosok itu adalah Nahal Rizaq.

Nahal bisa disebut berhasil menjadi yang terbaik di basket maupun saat ia menjadi taruna di Akpol.

Di basket, Nahal pernah merasakan bagaimana mengantarkan tim sekolahnya, SMAN 2 Bandar Lampung menjadi juara di Honda DBL Lampung Series. Dua kali berturut-turut. Yakni di musim pertamanya bermain di DBL, 2010. Dan di musim terakhirnya main di DBL, 2011.

Di musim terakhirnya itu Nahal tak sekadar mengantarkan SMAN 2 Bandar Lampung back to back juara. Tapi Nahal juga menjadi most valuable player (MVP) DBL Lampung 2011.  

"Saya dua musim main di DBL. Saat kelas X dan XI," kenangnya.

Saat kelas XII, Nahal sudah tak bisa main di DBL. Waktunya banyak ia manfaatkan untuk persiapan ujian, sekaligus menghadapi tes masuk Akpol.

Jalan Tuhan membawa Nahal diterima di Akpol. Ia tak sekadar berhasil lulus menjadi seorang polisi. Nahal menjadi lulusan terbaik Akpol. Ia menyandang gelar Adhi Makayasa 2016 dari Polri.

Buat yang belum tahu, tiap tahun Akademi TNI (TNI AD, TNI AL, dan TNI AU) serta Akademi Kepolisian memilih masing-masing satu lulusan terbaik.

Jadi tiap tahun ada empat orang yang berhak menyandang gelar Adhi Makayasa. Nah, Nahal terpilih dari Akpol.

Pimpinan TNI-Polri seringkali dijabat mereka yang meraih gelar Adhi Makayasa. Sosok seperti Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Luhut Binsar Pandjaitan merupakan peraih Adhi Makayasa di TNI AD. Sedangkan di Polri ada nama mantan Kapolri Tito Karnavian yang mendapatkan gelar Adhi Makayasa.

Baca Juga: 20 Tahun DBL Edisi Hari Bhayangkara: Dari Bela Sekolah Raih Adhi Makayasa


Arsip Detik.com yang memberitakan Nahal Rizaq (kanan) saat menjadi Adhi Mahayasa bersama taruna dari satuan TNI lainnya.  

Nahal mengakui hobinya bermain basket -sampai membawanya menjadi MVP di DBL- banyak mempengaruhi kesuksesannya menjadi seorang lulusan terbaik di Akpol.

"Di DBL itu seringkali mental itu lebih berpengaruh dibanding skill. Sebab kadang kita bermain di hadapan banyak penonton. Menghadapi tekanan yang luar biasa. Nah, mentalnya tidak kuat, pasti tidak bisa mengeluarkan semua skill atau kemampuannya," ujar polisi yang baru saja naik pangkat menjadi Ajun Komisaris Polisi (AKP) itu.

Bagi Nahal, kenangan yang paling susah dilupakan dari DBL itu adalah euforianya. Juga vibe-nya. "Rasanya saya tak menemukan lagi yang seperti itu. Dari DBL itu kami harus belajar kebersamaan dan berjuang bersama-sama," ujarnya.

Nahal masih ingat betul bagaimana setiap menjelang DBL, ia dan kawan-kawannya harus digembleng dengan latihan untuk bisa mengalahkan musuh-musuhnya. "Lawan terberat waktu itu, pas kelas satu SMAN 14. Tapi pas kelas dua, musuh kuatnya SMAN 1. Alhamdulillah kami bisa mengatasi semuanya," kenangnya.

Dari basket, banyak ilmu kehidupan yang didapat Nahal. "Sebagai olahraga tim, dari basket saya belajar bagaimana menempatkan diri. Kapan menjadi dominan, kapan harus bisa dipimpin, kapan harus menekan, dan sebagainya," terang anak bungsu dari enam bersaudara itu.

Nahal sejak kecil memang sudah hobi basket. Sejak SD ia aktif bermain basket. Kakak-kakaknya yang membawa pengaruh positif itu. "Abang-abang saya suka basket semua. Bahkan Abang saya yang nomor dua itu menjadi pelatih basket di sebuah SMP," ceritanya. Sejak SD bahkan ia sudah sering berlatih basket bareng anak-anak SMP.


Arsip koran Radar Lampung yang memberitakan Nahal Rizaq saat menjadi MVP DBL Lampung.

Namun Nahal kecil juga tak punya kepikiran ingin menjadi pemain basket profesional. Bahkan, lucunya, ia sejak kecil juga tidak pernah punya cita-cita jadi polisi.

"Dulu pas kecil cita-cita saya itu yang penting tidak jadi polisi dan tidak jadi dokter. Sebab itu terlalu umum. Saya tidak ingin punya cita-cita seperti anak-anak lain," kenangnya.

Nahal bersyukur dari basket ia banyak punya pengalaman berharga. Salah satunya saat terpilih masuk First Team, menjadi MVP, dan berkesempatan menimba ilmu di DBL Camp -yang ketika itu digelar di Surabaya.

Di Surabaya ia sempat kagum melihat DBL Arena. "Itu adalah lapangan basket terbaik yang pernah lihat saat itu. Ya kan saya datang dari Lampung. Selama ini belum pernah bermain di stadion indoor seperti itu," kagumnya.

Ia juga merasa dapat ilmu berharga dari para pelatih kaliber yang didatangkan DBL Indonesia dari WBA Australia. Apalagi saat itu juga DBL ada program kerjasama dengan NBA. Nahal masih ingat di DBL Camp kala itu ada coaching clinic dari para pemain profesional.

"Yang tak bisa dilupakan juga di DBL Camp waktu itu bisa ketemu banyak teman dari seluruh Indonesia. Sampai sekarang saya ada yang masih kontak-kontakan," ujar Nahal.

Baca Juga: Fabiola Umaida, Dulu Kapten Basket Kini Merajut Mimpi Jadi Reserse Polisi

Lantas mengapa tak melanjutkan karier sebagai pemain basket, dan lebih memilih sebagai polisi?

Nahal saat itu harus berpikir realistis. Sebagai anak bungsu dan ayahnya mendekati pensiun, ia ingin tak lagi membebani orang tua. 

Saat Nahal berpikir kalau melanjutkan kuliah bisa saja ia masih membebani orang tua. Meskipun mungkin bisa mengejar beasiswa. "Kalau masuk Akpol kan ikatan dinas. Sekolahnya gratis bahkan mendapatkan uang saku," ceritanya.

"Jadilah ini semacam gengsi bertemu dengan realitas. Yang dulu tidak bercita-cita jadi polisi, akhirnya memilih jadi polisi," kelakarnya.

Nahal memilih masuk polisi bukan karena faktor keluarga. Tak ada satupun keluarganya yang menjadi polisi. "Keluar jauh pun tidak ada. Sebelum itu Akpol itu apa saya juga tidak tahu," jelasnya.

Ia banyak terpapar soal Akpol dari kakak-kakak tingkatnya yang visit ke sekolah. "Rasanya tiap tahun dari SMAN 2 Bandar Lampung itu ada yang berhasil tembus Akpol," kata Nahal.

Dari sana ia banyak belajar tentang bagaimana kunci sukses menembus Akpol. Ia tanya-tanya ke kakak alumni tentang apa saja tes yang akan dihadapi. 

"Rupanya banyak juga teman-teman saya yang ingin masuk Akpol. Mereka ramai-ramai mulai mempersiapkan diri," ujar Nahal. Namun Nahal memilih diam-diam ketika mempersiapkan tesnya itu. Ia tak banyak bercerita soal persiapannya.

Serangkaian tes panjang ia jalani. Baik tes di daerah -di Polda Lampung. Maupun tes di pusat. Semuanya bisa dilalui dengan baik.

"Saat tes lari di Polda Lampung, saya malah mencatatkan lap terbanyak," kenangnya.

Begitu dinyatakan diterima menjadi taruna Akpol, Nahal berkomitman menjalani pendidikan sebaik-baiknya. Ia paham pendidikan yang akan ditempuhnya berat.

Saat ditanya kiatnya bisa sukses menjadi taruna Akpol hingga meraih Adhi Makayasa, Nahal menyebut semua itu karena komitmen. 

"Masuk Akpol itu murni keinginan saya sendiri. Sehingga ketika di sana (di akademi) saya menjalaninya dengan suka cita, ikhlas, dan bahagia," ujarnya.

Selain itu bekal hidup mandiri yang ia jalani sejak SMP juga punya pengaruh ketika ia harus hidup di asrama.

"Saya sejak SMP itu ngekos. Jauh dari orang tua. Saya di Bandar Lampung, orang tua di Kalianda (Lampung Selatan). Dulu sebelum ada tol, perjalanannya sekitar dua jam," cerita Nahal.

"Jadi ketika hidup di asrama saya tak perlu lagi melakukan penyesuaian. Sudah biasa setrika, nyuci baju, dan semuanya sendiri," imbuhnya. 

Kata Nahal, di Akpol itu ada tiga hal yang menjadi penilaian. Pertama tentu akademis. Kedua fisik. Dan ketiga tentang sikap serta perilaku.

Mengenai akademis, Nahal sejak sekolah termasuk bukan tipe anak penganut sistem kebut semalam saat mendapatkan tugas atau menjelang ujian.

"Meskipun banyak kegiatan di Akpol. Saya tetap upayakan mengerti penjelasan dosen. Setelah itu saya review. Jadi menjelang ujian saya malah lebih banyak relaks," terangnya.

Nah soal penilaian jasmani, ia mengaku banyak mendapatkan manfaatnya menjadi student athlete di basket. Jadi melahap latihan fisik menurutnya bukan hal yang mengagetkan.

Mengenai penilaian mental dan perilaku, Nahal mendapatkan banyak pengalaman itu ketika menjadi anak kos sejak SMA.

Baca Juga: Kiat Tri Wahyuningsih, Polwan yang Dulunya Guard Berbahaya di DBL Lampung

"Saya juga berusaha menahan diri. Menahan ego. Menahan keinginan yang itu bisa melanggar aturan di Akpol. Sebab sekali saja melanggar aturan di Akpol, maka kesempatan menjadi lulusan terbaik itu bisa tertutup," terangnya.

Kini Nahal sudah delapan tahun berkarier menjadi polisi. Di Hari Bhayangkara 1 Juli kemarin, pangkatnya baru saja naik. Dari Inspektur Satu Polisi (Iptu) menjadi Ajun Komisaris Polisi (AKP).

Selama delapan tahun itulah Nahal mendapatkan banyak penugasan. Dari penempatan di Polda Metro Jaya, lalu dipindah ke Polres Jakarta Utara, dan kini menjadi bagian dari staf pribadi pimpinan atau Spripim Kapolri.

Ia bersyukur bisa menjadi bagian staf pimpinan tertinggi di Polri. "Sebuah kehormatan luar biasa bisa belajar langsung dari Pak Kapolri dan orang-orang hebat di sekitar beliau. Saya bisa banyak mengembangkan diri," ujarnya.(*)

Ikuti kisah lain dari alumni DBL yang berkarier sebagai polisi klik di sini

Populer

Mengenal Pola Pertahanan dalam Permainan Basket dan Teknik Melakukannya
Bulungan Siap Mati-matian Hadapi Misi Revans Jubilee di Final DBL Jakarta!
Berikut Ukuran dan Tinggi Ring Basket yang Sesuai Aturan FIBA
Shuttle Run: Pengertian, Manfaat dan Cara Melakukannya
Mengenal Kopi Good Day, Produk Kopi Anak Muda yang Banyak Rasa