Surabaya 2004 lalu penuh dengan hiruk-pikuk acara anak muda. Terutama untuk event olahraga basket. Beberapa di antaranya bahkan menjadi event paling populer di kalangan pelajar.
Di tengah ramainya acara anak muda itu, Developmental Basketball League (DBL) hadir membawa sesuatu yang segar. Bagi sebagian orang, format DBL sebenarnya sama dengan kompetisi basket pada umumnya. Hanya saja, bagi sebagian orang lain, DBL dinilai begitu ketat dengan segala aturannya.
Alasannya sebenarnya datang dari prinsip awal dibentuknya DBL. Yaitu partisipasi dan student athlete. Maka, tidak heran jika DBL punya regulasi yang terstruktur, mendetail hingga ke hal-hal paling dasar.
Kompetisi DBL pertama kali berlangsung dengan sederhana di Surabaya pada 2004 lalu. Saat itu, yang bermain DBL terhitung ada 95 tim. Sebelumnya ada 96 tim yang mendaftar, tetapi satu tim memutuskan untuk mundur.
Tapi, siapa sangka, awal sederhana di Surabaya itu kini justru berhasil membawa DBL melebarkan sayap ke 31 kota 23 provinsi di Indonesia?
Baca juga: Kenapa Murid Pindahan Gak Boleh Bermain di DBL?
Ya, sudah 20 tahun DBL menggelar kompetisi di kota-kota Indonesia. Jutaan manusia pernah menonton DBL, ribuan siswa pernah menjadi pemain DBL, dan ratusan atlet profesional saat ini dulunya juga pernah mengukir prestasi di DBL.
Siapa sangka, bermula dari Surabaya dengan sederhana dan keterbatasan di setiap sudutnya saat itu, malah melebar dan bertumbuh ke 31 kota Indonesia sampai sekarang.
Tapi, perjalanan DBL belum selesai. Belum kelihatan ujungnya.
Launching Honda DBL 2009 bersama AHM, Ketua PB Perbasi 2009, dan Pemerintah Australia Barat 2009
“Jadi di depan ini banyak pintu. Pokoknya kita jalan terus, kenceng, konsekuen, dan komitmen, nanti itu pintu bakal terbuka sendiri,” ujar Azrul Ananda, CEO dan Founder DBL Indonesia.
Dalam perjalanannya, DBL kerap menemukan banyak tantangan. Namun, ada satu hal yang membuat DBL bisa menjaga kualitanya sampai saat ini, yaitu konsistensi.
Bagaimana perkembangan dan pertumbuhan DBL selama 20 tahun menggelar turnamen basket di Indonesia?
Awal Sederhana di Surabaya dan Ekspansi Dadakan Sampai ke 16 Kota!
Kompetisi DBL dibuat dengan sangat serius. Tidak hanya memikirkan soal kompetisi dan hiburannya saja. Melainkan juga dengan turunannya. Yaitu perangkat pertandingannya, sumber daya manusianya, hingga regulasinya.
DBL di Surabaya, saat itu, dimulai dengan 95 tim. Sebetulnya, yang mendaftar ada 96 tim, tapi satu tim mengundurkan diri saat Technical Meeting.
Dari 95 tim itu, ternyata peserta di tahun berikutnya membludak. Meningkat sampai 100 persen lebih. Di tahun 2007, jumlah peserta sudah mencapai 220 tim, beranggotakan lebih dari 4.000 orang. Padahal, masih diselenggarakan di Surabaya.
Alasan ini pula yang membuat DBL akhirnya melebarkan sayap ke 10 kota lain di Indonesia pada 2008. Yaitu kota Semarang, Pontianak, Palembang, Banjarmasin, Makassar, Yogyakarta, Mataram, Manado, Pekanbaru, dan Malang.
Baca juga: Dasar dari Segala Dasar Pertahanan Basket, Man to Man Defense!
Jika dihitung dengan DBL Surabaya, artinya di tahun 2008 itu DBL menyelenggarakan kompetisi di 11 kota 10 provinsi di Indonesia.
“Di tahun 2007, kita sudah ada rencana kalau DBL mau ekspansi ke beberapa kota. Kita list kotanya dan diskusi tentang itu. Kita bergerak untuk survey di setiap kota. Survey itu jadi kita tau apa yang terjadi dan apa masalah di kotanya,” terang Yondang Tubangkit, General Manager DBL Indonesia.
Menariknya, walaupun soal ekspansi ini memang telah dipikirkan oleh Azrul dan tim saat 2007, rekan-rekan Azrul saat itu sebenarnya tidak menyangka bahwa mereka akan ekspansi ke 11 kota sekaligus. Setahu mereka DBL 2008 hanya diselenggarakan di Surabaya dan Malang.
"Saya sempat bicara dengan teman-teman lain, semua kaget. Tapi DBL harus terus jalan dan berkembang. Setiap tahun memang harus ada perkembangannya,” kenang Donny Rahardian, Wakil Direktur DBL Indonesia, yang merupakan ketua panitia ketika DBL kali pertama diselenggarakan pada 2004.
Akibat ekspansi itu, peserta DBL meningkat hinga berkali-kali lipat. DBL 2008 berakhir di Surabaya. Jumlah peserta pun membeludak. Total mencapai 631 tim, beranggotakan 13.221 peserta. Jumlah penonton pun luar biasa, menembus angka 212.000 orang.
Tahun 2009, DBL ekspansi lagi. Menambah ke 5 kota, di antaranya Jayapura di ujung timur, Denpasar, Bandung, Bandar Lampung, dan Samarinda. Jumlah peserta berada di kisaran 850 tim dan 20 ribuan peserta, dengan penonton sekitar 350.000 orang.
Secara total, DBL telah ekspansi ke 16 kota 15 provinsi di Indonesia pada 2009. Dari total itu, DBL telah berlangsung selama 159 hari (pertandingan aktif), ada 985 pertandingan, dan diikuti oleh 861 tim, 18.739 peserta, 575 sekolah, dan ditonton lebih dari 356.000 penonton.
COVID-19 Melanda, DBL Justru Makin Jaya!
Pandemi Covid-19 di tahun 2020 memang menjadi pukulan telak bagi seluruh masyarakat Indonesia. Termasuk DBL Indonesia. Semua aktivitas disetop, begitu juga dengan event DBL. Semuanya di-pause. Dunia seperti mode silent. Hening.
Saat itu, DBL telah diselenggarakan di 30 kota 22 provinsi di Indonesia. Bayangkan, sehening apa saat itu. Tanpa ratusan sekolah, ribuan tim, dan jutaan sekolah yang biasanya selalu menyambut DBL di kota-kota mereka.
Namun, bukan artinya DBL berhenti di sana. Ketika Pemerintah Indonesia memberikan kelonggaran untuk para pegiat event kembali menggelar acara di tahun 2021, DBL tentu menyambut kesempatan itu dengan cepat.
Baca juga: Respect The Game, Aturan Khusus DBL yang Penuh Makna untuk Pengembangan Basket
Saat itu, DBL ‘wara-wiri’ ke setiap pemerintah daerah dan pusat juga sekolah-sekolah. Tujuannya untuk mendapat izin penyelenggaraan DBL lagi di kota-kota. Tentunya dengan protokol kesehatan yang sangat ketat. Pemerintah pun akhirnya menyetujui. Tapi dengan syarat, DBL harus diadakan tanpa penonton!.
Dari syarat ini, akhirnya DBL memutuskan semua pertandingan disiarkan secara live streaming. Padahal, di tahun sebelumnya, siaran langsung pertandingan DBL eksklusif hanya untuk pertandingan semifinal dan final saja.
Selain itu, untuk Jawa Timur, Jawa Tengah, Jakarta, dan Jawa Barat, sistem kompetisi pun diadakan secara terpusat. Sebelumnya, kompetisi di empat provinsi ini dipecah menjadi dua hingga empat region (wilayah).
Meski musim ini digelar tanpa penonton dan disiarkan secara live streaming, DBL justru mencatatkan sejarah baru. Sejak digelar di seri pertama (Mataram) hingga Papua, angka penonton live streaming mencapai 6 juta lebih. Bahkan, hampir menyentuh angka 7 juta.
Pandemi Covid-19 bukan menjadi halangan untuk DBL!
Buka Kesempatan di Palu dan Menaklukkan Indonesia Arena
Setelah mengambil ‘langkah mundur’ di tahun 2021. DBL akhirnya kembali berjalan normal bahkan maju dengan beberapa langkah kecil di tahun 2022. Kompetisi diadakan seperti semula, dengan penonton, dan dipecah menjadi beberapa wilayah untuk provinsi tertentu. Juga, disiarkan secara live streaming.
Walaupun mendapat ‘pukulan’ saat pandemi, DBL tidak berhenti berkespansi. DBL justru melakukan ekspansi ke Sulawesi Tengah, tepatnya di kota Palu.
Baca juga: Skill Utama, Namun Attitude Jadi yang Pertama Dalam Kompetisi DBL, Mengapa?
Meskipun belum resmi menjadi liga DBL (Road to DBL Central Sulawesi). Tapi, formatnya tetap sama dengan kompetisi di kota-kota lain. Dari pertandingan hingga regulasi-regulasinya.
Bagai tidak ada hentinya, DBL tetap berusaha melakukan inovasi. Di tahun 2023, inovasi yang dilakukan DBL tidak main-main. Mendobrak batasan dan mencatatkan sejarah lagi!
Siapa yang sangka, anak SMA bisa bermain di stadion termegah di Indonesia? Jawabannya ada di Final DBL Jakarta. Pertandingan Final DBL Jakarta dilaksanakan di Indonesia Arena tepat pada 17 November 2023 lalu.
Selama 20 tahun DBL berkembang dan bertumbuh, konsistensi menjaga prinsip partisipasi dan student athlete tetap dijaga hingga saat ini.
Selamat 20 tahun DBL Indonesia! Selamat berkembang dan bertumbuh!
Lihat cerita-cerita menarik DBL dalam seri 20 Tahun DBL Indonesia selengkapnya di sini