Keresahan menjadi terobosan yang dibawa DBL Indonesia ketika menjadi operator liga profesional pada tahun 2010-an. Kala itu usia DBL baru enam tahun dan baru dua tahun melebarkan sayapnya ke beberapa kota di Indonesia.

Ya, sebelumnya DBL Indonesia tidak dengan langsung mengambil tawaran untuk menjadi operator liga profesional. Mengingat saat itu liga DBL sedang gencar-gencarnya melakukan ekspansi. Jelas fokus mereka adalah untuk membuat liga basket pelajar jauh lebih proper dan mengarah ke arah yang benar dan tepat.

“Tim-tim IBL mendatangi kita (DBL Indonesia) kemudian minta kita bisa gak jadi operator liga. Mereka (tim-tim IBL) menganggap gak ada yang mampu selain kita. Mas Azrul (Azrul Ananda) awalnya gak langsung mau,” ungkapnya.

Jika keresahan untuk ingin membentuk sebuah iklim kompetisi yang sehat, benar, dan tepat menjadi alasan utama Azrul Ananda menggelar liga basket tingkat pelajar SMA pada 2004.

Keresahan DBL Indonesia menjadi operator liga profesional berbeda. Lebih tepatnya bukan keresahan yang tiba-tiba membuat DBL Indonesia menjadi operator liga profesional. Melainkan adalah sebuah pencerahan yang dibawa oleh NBA. Kala itu DBL Indonesia bekerja sama dengan NBA untuk menggelar klinik basket.

“Mas Azrul mendapat jawaban (mengambil tantangan menjadi operator liga profesional) ketika bertemu dengan perwakilan NBA. Waktu itu mereka (perwakilan NBA) bertanya berapa jumlah peserta DBL. Waktu itu jumlah pesertanya sudah puluhan ribu,” buka Yondang Tubangkit, General Manager DBL Indonesia.

“Terus mereka tanya lagi, jumlah pemain IBL ada berapa. Dijawab lah cuman 170 pemain. Nah, itu berarti kan gak sampai satu persen dari peserta DBL. Satu persen tersebut kalau gak ada liga profesional mereka ke mana,” sambungnya.

Jelas ada sebuah perbedaan mencolok antara menjadi operator liga basket pelajar dengan operator liga basket profesional. Belum lagi kala itu basket level profesional tidak begitu ramai seperti sekarang.

Tantangan besar ada di depan mata para kru DBL Indonesia saat itu. “Tantangannya banyak. Dari teknis dan nonteknis. Belum lagi menjaga reputasi liga profesional itu sendiri. Yang jelas Mas Azrul bilang ke semua kalau DBL ingin menyelamatkan liga terlebih dahulu. Liganya sehat dan baik akan berdampak ke klub-klub. Klub-klub sehat akan berdampak pula ke pemain,” ujarnya.

Tak mudah membangun sebuah pondasi agar bukan hanya terkesan kokoh dan kuat saja. Pun demikian ketika DBL menjadi operator liga profesional. Hal-hal dasar benar-benar diperhatikan demi bisa mengudara untuk beberapa waktu ke depan.

“Waktu itu kita banyak minta ke Perbasi terkait arah pengelolaan liga profesional. Termasuk ganti nama IBL ke NBL. Ketika itu Perbasi benar-benar mendukung kita, beri apa yang kita mau. Tujuan awalnya NBL waktu itu cuman liga yang benar dan bisa jadi pondasi ke depannya,” kenangnya.

Hal yang menjadi pembeda ketika DBL menjadi operator liga profesional dengan nama NBL adalah keterbukaan dengan para pelakunya yang terlibat langsung. Klub, pemain, pelatih, hingga mereka yang benar-benar hidup dari basket.

Tak semua operator berani terbuka akan alasan mereka menerima tantangan untuk menjadi sebuah penyelenggara. Tidak semua bisa seperti itu bahkan hingga saat ini.

“Waktu preseason turnamen pertama tahun 2010 itu Mas Azrul duduk di tengah lapangan. Mencoba untuk menjelaskan itu (prioritas menyelamatkan liga terlebih dahulu). Waktu itu pemain masuk dalam skala prioritas urutan ketiga. Prioritas pertama ya menyehatkan liga dulu, lalu klub, dan setelahnya pemain,” terangnya.

Benar saja apa yang ditanam oleh DBL Indonesia lewat NBL Indonesia mulai terlihat pada tahun ketiga (2013). Keuangan beberapa klub mulai sehat. Liganya mulai berjalan ke arah yang tepat dan benar baik dari segi pertandingan hingga hiburan.

“Tahun ketiga kita mulai sehat dan banyak sponsor. Liganya sehat, klubnya sehat, dan pemain sudah mulai dapat sponsor juga,” cetusnya.

Keterbukaan plus mendapat pencerahan. Kedua hal tersebut membuat DBL Indonesia sukses menjawab tantangan untuk menjadi operator liga profesional selama lima tahun beruntun. Kemasannya sungguh luar biasa.

Laga perang bintang (NBL All-Star) dibuat dengan benar-benar memperhatikan segi hiburan, Arsip pemberitaan yang dijaga dengan rapih hingga sekarang. Bukan hanya teknis saja yang diperhatikan melainkan juga hal-hal nonteknis penikmat basket Indonesia juga diutamakan.

Lihat cerita-cerita menarik DBL dalam seri 20 Tahun DBL Indonesia selengkapnya di sini

Populer

UBS Gold Dance Competition 2019 Usung Tema Disney Princess
Unggul Setengah Bola, SMAN 1 Tuban Amankan Kemenangan Kedua
BeAT The Record: Nathanael Alexander, Irit Bicara Tapi Banyak Poin!
Mimpi Turun-temurun, Sachi dan Sang Ayah Solid Ingin Rasakan Indonesia Arena
Nicko Andrean, Pelatih yang Pentingkan Edukasi Bagi Anak Asuhnya