Bagi Azrul Ananda, CEO sekaligus Founder DBL Indonesia, segala yang terjadi di DBL seperti roda karma kehidupan. Apapun yang terjadi hari ini, akan berdampak di hari esok.
Itu pula yang membuat Azrul kerap mengatakan "Partisipasi adalah income, prestasi adalah cost". Berangkat dari sini, Azrul terus mendorong DBL terus berjalan, maju, dan berkembang.
Prinsip Azrul ini menjadi kenyataan di tahun 2008 lalu. Saat itu, DBL sedang ekspansi di 11 kota di Indonesia. Saat Azrul sedang menggarap DBL Manado (North Sulawesi), tiba-tiba datang sebuah surel.
Baca juga: Mengapa Ada DBL? Chit-chat Bareng Azrul Ananda
Ternyata, surel itu dari NBA. Mengajak kerja sama dengan DBL untuk menyelenggarakan basketball clinic di Indonesia. "Saat itu, DBL setidaknya harus membayar AS$100.000," terang Azrul.
Secara hitungan, angka tersebut bisa Azrul sanggupi. Mengingat DBL sedang ekspansi di 11 kota. DBL tidak perlu membuat sebuah acara khusus baru, karena sudah ada penyelenggaraan kompetisi sendiri. Jadi, gelaran DBL ini sendiri yang membiayai kehadiran NBA.
"Hasil dari DBL di 11 kota itu buat kita bikin klinik bareng NBA. Ini buat investasi jangka panjang DBL. Supaya DBL bisa growth ke depannya," ujarnya.
Jika ditarik mundur ke belakang, Azrul sebenarnya tidak menyangka kalau DBL bisa bekerja sama dengan NBA. Apalagi, ini pertama kalinya NBA menginjakan kaki di Indonesia.
Baca juga: Tahu-tahu sudah Sampai di Langit
Siapa sangka, berawal dari pertandingan sederhana di 2004 yang hanya diikuti oleh 95 tim, ternyata bisa berkembang dan melangkah lebih jauh di tahun 2008. "Belajar dari perjalanan DBL ini, pokoknya jangan meremehkan siapapun," tegas Azrul.
Di tahun 2008 itu, sebelum membuat NBA Madness di Surabaya, Azrul juga menyimpan cerita yang too good to be true. Azrul bersama tiga rekannya diundang NBA ke Filipina untuk melihat NBA Madness di sana selama empat hari.
Azrul dan tiga rekannya melihat sekaligus belajar bagaimana penyelenggaraan NBA Madness. “Kita menginap di Mandarin Oriental. Saat sedang nunggu bus di lobby hotel, di sampingku ada manajer tim dance Sacramento Kings, Scott Freshour," ungkap Azrul.
Perkenalan Azrul dengan Freshour juga cukup unik. Keduanya ternyata alumnus dari Sacramento State University. "Setelah sama-sama tahu dari Sacramento, kami saling tanya sekolah di mana. Ternyata sama, tapi dia adik kelas saya," katanya.
Obrolan singkat saat menunggu bus di lobby hotel itu, ternyata membuka kesempatan yang lebih luas untuk Azrul. Bahkan, mereka sempat membeli sepeda bareng di Amerika Serikat sana.
"Koneksinya jadi terbuka. Seolah membuka pintu baru untuk dijelajahi. Saya jadi tahu pabrik sepeda di sana, dikenalin juga sama konsultan di sana," ucapnya.
Scott saat ini jadi Creative Director of Entertainment & Live Event di Sacramento Kings. Ia juga yang membuka jalan bagi tim DBL All Star untuk bermain di jeda pertandingan Kings yang waktu itu masih bermarkas di Sleep Train Arena.
Bukan hanya itu, pada 2009, DBL Indonesia juga menjadi penyelenggara NBA Madness pertama di Indonesia. Antara 4-28 Juni 2009, event basketball lifestyle interaktif itu mengunjungi empat mal di Surabaya: Tunjungan Plaza, Mal Galaxy, Royal Plaza, dan Supermal Pakuwon.
Pemain andalan New York Knicks, David Lee, tampil bersama enam personel Miami Heat Dancers (Sarah, Jackie, Maddy, Shea, Jenny, dan Kristina). Maskot Memphis Grizzlies, Grizz, hadir untuk membuka even tersebut.
Untuk kali pertama, trofi juara NBA, Larry O’Brien Trophy, juga hadir di Indonesia lewat ajang ini.
Penyelenggaraan even bertitel NBA Madness tahun 2009 ini tidak main-main. Hampir 700 ribu impression (pengunjung mal) merasakan atmosfernya, melibatkan belasan ribu partisipan.
Tak heran, begitu event ditutup, NBA Asia pun menyebut NBA Madness di Surabaya ini sebagai yang terbaik di Asia.
Tahun-tahun setelahnya, DBL semakin masif di kota-kota Indonesia. Ekspansi hingga ke 16 kota, kemudian 18 kota, 20 kota, hingga saat ini menjadi 30 kota di Tanah Air ada DBL-nya.
Format clinic basketball yang semula menyatukan para juara, akhirnya berubah menjadi pengumpulan pemain terbaik (First Team dan Second Team) di tahun 2010.
Pemain First Team dan Second Team itu kemudian diseleksi lagi dalam konsep camp pelatihan bernama DBL Camp. Dari sanalah akan terseleksi skuad elit DBL Indonesia All-Star.
Mereka terpilih menjadi bagian DBL Indonesia All-Star dan akan berangkat ke Amerika Serikat untuk belajar dan bertanding di sana.
Timnas Putri Indonesia saat meraih emas di SEA Games 2023
Seiring berjalannya waktu, pemain dari DBL Indonesia All-Star pun mulai unjuk diri. Nyaris pemain DBL Indonesia All-Star tak pernah absen di pemanggilan skuad Timnas, terutama di kelompok umur.
Bahkan, dari seluruh pemain Timnas Basket Putri yang berhasil meraih emas di SEA Games 2023, delapan pemain di antaranya adalah DBL Indonesia All-Star dan pemain DBL.
Paling baru, seluruh pemain Timnas Basket Putra U-18 yang meraih emas di ASEAN School Games 2024 adalah DBL Indonesia All-Star dan pemain DBL.
Timnas Putra Indonesia U-18 saat meraih emas di ASEAN School Games 2024
"Siapa yang menyangka kalau semua anak Timnas Indonesia kenal Andrew Vlahov (pelatih DBL Camp dan timnas Australia dalam empat Olimpiade). Itu nggak akan terjadi kalau aku nggak ke Perth waktu 2008 kan. Dan aku nggak akan ke Perth kalau aku nggak bikin DBL," kata Azrul.
Andrew Vlahov saat menjadi pelatih di DBL Camp 2023
Langkah pemain DBL Indonesia All-Star mengukir prestasi pun sempat dilirik oleh talent scouting di Amerika Serikat pada 2023 lalu. Saat itu, setidaknya ada empat pemain yang ditawari beasiswa di sana.
Nah, menyoal ini, apakah Azrul memang menargetkan anak-anak DBL bisa ditawari beasiswa di sana? Jawabannya ternyata tidak.
Azrul membuat DBL hanya untuk membuka kesempatan bagi anak Indonesia ke jenjang yang lebih tinggi.
"Aku selalu ngomong, prestasi itu bukan tujuan. Prestasi itu dampak. Dan ini bukti konkret kalau prestasi itu dampak. Kalau kita bikin sesuatu, nanti akan ada hasilnya. Nggak ada yang instan," tutup Azrul. (*)
Lihat cerita-cerita menarik DBL dalam seri 20 Tahun DBL Indonesia selengkapnya di sini