ESG

DBL ACADEMY

JR DBL

MAINBASKET

SAC

HAPPY
WEDNESDAY

DISWAY

MAINSEPEDA

Dimaz Muharri merupakan salah satu legenda hidup bola basket Indonesia.

Beberapa dekade ke belakang olahraga basket mengalami peningkatan prestasi di level internasional. Beberapa ajang bergengsi berhasil dimenangkan dengan membawa pulang medali emas.

Fenomena tersebut tak lepas dari keberadaan panggung yang ada untuk menemukan pemain-pemain bertalenta. DBL merupakan salah satu wadah besar. Jauh sebelum adanya DBL, kompetisi basket antarpelajar barangkali hanya mencari siapa yang juara tanpa ada tujuan besar lainnya.

Lebih-lebih antusias anak-anak muda pada dunia olahraga khususnya basket tak sebesar sekarang. Hal tersebut diungkapkan langsung oleh Dimaz Muharri, mantan pemain basket profesional asal Binjai, Sumatera Utara.

“Gua cukup banyak bertemu sama anak-anak yang masih kecil yang mau masuk SMP atau SMA. Waktu ditanya cita-cita mereka apa jawabannya hampir sama. Semua ingin main di DBL,” bukanya.

Perbedaan tersebut dirasakan oleh Dimaz -begitu ia disapa- ketika ia masih duduk di bangku SMP dan SMA. “Dulu (tahun 1990-an) itu basket gak begitu fanatik. Yang mau main aja sedikit gak sebanyak sekarang. Bahkan lapangan basket di taman kota Binjai lebih sering kosong ketimbang dipakai,” sambungnya.

Baca juga: Tahu-tahu sudah Sampai di Langit

Ya, Dimaz menjadi salah satu orang yang menjadi saksi sepi dan ramainya lapangan basket tersebut. “Terakhir kali gua balik ke Binjai (lebaran 2024) kemarin lapangannya sudah ramai. Bahkan kalau mau main di sana saja harus antri dulu gantian. Katanya sudah banyak anak-anak SMA yang main dan latihan di sana,” ujarnya.

“Bahkan ada dua sekolah yang ikut DBL juga latihan di sana. Padahal waktu tahun 1990-an itu lapangan sepi dan yang makek gak harus sampai nunggu,” sambungnya. Kedua sekolah yang dimaksud adalah SMA Methodist Binjai dan SMA Ahmad Yani Binjai.

Yup, ketika Dimaz masih duduk di bangku SMP dan SMA, DBL belum bergulir. Liga tersebut baru saja lahir tahun 2004. Saat ini usianya akan memasuki 20 tahun tepat pada 4 Juli mendatang.

Sebagai seorang yang berasal dari daerah, Dimaz baru saja merasakan animo menonton kompetisi basket antarpelajar baru ketika tahun 2007-2008. Saat itu final DBL Surabaya digelar di GOR Kertajaya.

“Waktu itu final DBL Surabaya. Mainnya kan di GOR Kertajaya dan gua waktu itu sudah di Surabaya tinggal di mess sebelahan sama GOR. Penasaran ada ada apa ini rame-rame. Ternyata final basket anak SMA,” ungkapnya.

Baca juga: 20 Tahun DBL dari Kacamata Ngurah Teguh: Konsistensi DBL Indonesia!

Satu yang membuat Dimaz takjub saat itu adalah pemenang dari laga tersebut pulang membawa hadiah. “Setahu gua saat itu kompetisi basket paling gede aja gak kasih hadiahnya motor lho. Ini yang cuman anak-anak SMA menang dapet motor. Padahal liga profesional aja gak ada waktu itu hahahahaha,” imbuhnya.

Tapi bukan itu yang membekas dalam benak Dimaz Muharri, “Paling bikin kaget itu ya penontonnya rame. Suporternya juga rame. Mereka (panitia penyelenggara) kayak sudah pengalaman banget lah,” ujarnya.

Menurut Dimaz Muharri ada sedikit perubahan yang dialami oleh DBL sebagai liga. Perubahan tersebut barangkali sedikit dipahami oleh orang-orang namun sangat bisa dirasakan dan begitu krusial.

“Dulu itu DBL menjadi wadah buat anak-anak SMA buat mengukur kemampuan dirinya di basket. Kalau sekarang sedikit berbeda. Sekarang sekolah yang menjadikan DBL sebagai wadah untuk mencari siswa-siswi baru,” terangnya.

Penjelasan Dimaz memiliki arti sederhana namun mendalam. Secara tidak langsung memiliki arti saling bersinergi demi basket negeri.

Dimaz sendiri berharap dengan adanya liga DBL yang sudah dihelat di lebih dari 31 kota dan 23 provinsi ini bisa memberi dampak yang lebih besar untuk basket Indonesia.

“Gua selalu berharap ada anak-anak daerah yang dari DBL bisa menjadi pemain profesional. Jalan mereka itu pasti tidak mudah ketimbang temen-temennya yang dari kota-kota besar,” ungkapnya.

Baca juga: 20 Tahun DBL Menurut Risdianto Roeslan: Popularitas Basket Indonesia Meningkat!

Agar bisa sampai sana, Dimaz juga punya keinginan bahwa perlu adanya kurikulum basket yang sama agar setiap daerah memiliki standarisasi tersebut. “Jujur gua seneng karena ada DBL ini beberapa kota mulai bangun lagi basketnya. Perbasi-nya mulai aktif lagi. Terus, ada yang mulai renovasi GOR cuman buat bisa dipakai DBL. Tapi, menurut gua perlu ditentukan juga kurikulum basket kita. Agar pelatih-pelatih di daerah itu juga tahu betul arahnya seperti apa dan ke mana,” kelakarnya.

Kini langkah talenta-talenta muda lebih mudah untuk meraih mimpinya di basket. Ada wadah yang begitu besar yaitu DBL. Tinggal keinginan para student athlete saja ingin belajar dan bekerja lebih keras lagi di basket atau tidak.

Baca juga: 20 Tahun DBL di Mata Ferry Setiawan: Goals dan Arah Kompetisi DBL Sangat Jelas!

“Kalau gua pasti harapannya untuk DBL bisa mengajak anak-anak muda lebih giat lagi berolahraga. Karena gua percaya DBL ini nantinya bukan hanya di basket saja,” cetusnya.

Baca series "20 Tahun DBL" selengkapnya di DBL Play:

Series pertama:  20 Tahun DBL di Mata Ferry Setiawan: Goals dan Arah Kompetisi DBL Sangat Jelas!

Series kedua: 20 Tahun DBL Menurut Risdianto Roeslan: Popularitas Basket Indonesia Meningkat!

Series ketiga: 20 Tahun DBL dari Kacamata Ngurah Teguh: Konsistensi DBL Indonesia!

Series keempat: Tahu-tahu sudah Sampai di Langit

  RELATED ARTICLES
Comments (0)
PRESENTED BY
OFFICIAL PARTNERS
OFFICIAL SUPPLIER
SUPPORTING PARTNERS
MANAGED BY