Cinta dan dedikasi. Perjalanan hidup Arif Hidayat adalah gambaran yang pas dalam kalimat cinta dan dedikasi. Ya, kisah perjalanan kariernya di dunia basket merupakan cerita paling epik yang pernah saya temui.

Sejatinya saya tidak hidup di masa di mana cerita dan kisah Arif Hidayat dan teman-teman SMAN 2 Jember kala melantun di kompetisi Honda DBL East Java Series. Saya hanya mendengar potongan-potongan cerita bagaimana sekolah tersebut berhasil memberi kejutan paling mahal di kompetisi basket antarpelajar terbesar di Indonesia. Begini kira-kira kisahnya kala itu.

Final DBL East Java Series 2009 digelar di DBL Arena, Surabaya. Ketika itu SMA Frateran Surabaya menjadi lawan SMAN 2 Jember. Frateran mengirim dua wakilnya di partai final ketika itu. Peluang mereka untuk menjadi sekolah pertama yang berhasil mengawinkan gelar juara DBL East Java Series terbuka lebar. Misi tersebut benar-benar dibawa oleh setiap penggawa.

Baca juga: Berikut Daftar Interpreter di Kopi Good Day DBL Camp 2024

Sebaliknya, Smada Jember harus menempuh jarak kurang-lebih 200 kilometer untuk ke DBL Arena. Tahun 2009 belum ada tol, transportasi umum juga tidak sebanyak sekarang. Teman-teman Smada Jember datang ke DBL Arena dengan menggunakan truk.

Itulah mengapa tim Smada Jember menamai kisahnya dengan nama “the truck”. Di DBL Arena, Arif Hidayat dan kolega menyihir ratusan penonton yang hadir. Mereka menjadi sekolah terjauh pertama yang berhasil mengamankan gelar juara.

Arif Hidayat sendiri sudah memilih basket sejak ia duduk di bangku SMP. Kecintaannya dengan olahraga ini sudah jangan dibilang lagi. Bahkan ketika masih menjadi pelajar SMP, Arif Hidayat rela berbohong ke orang tuanya hanya untuk mengikuti kompetisi basket di Jember.

Baca juga: Keegan Crawford Hadir di DBL Camp 2024, Siap Belajar dari Pelatih Top Dunia?

Bukan, bukan karena tidak mendapat restu. Melainkan ia malu kala itu ketika ditonton oleh orang tuanya untuk melantun. Bukan malu karena tidak pandai bermain basket. Melainkan malu kalau teman-temannya melihat sosok sederhana orang tuanya.

Saat itu pula Arif Hidayat menyimpan rasa malu terbesarnya. Ketakutan terbesarnya ketika teman-temannya melihat orang tuanya di tribune.

“Saya malu kepada teman-teman. Saya malu jika mereka harus melihat orang tua saya. Bisa dibilang, bapak dan ibu saya orang miskin. Saya malu karena dilahirkan dari orang tua miskin di tengah teman-teman sekolah yang serba kecukupan,” tulis Arif Hidayat di laman mainbasket.com berjudul Basket untuk Bapak dan Ibu.

Bayangkan anak sekecil itu sudah punya ketakutan besar pada tahun-tahun tersebut. Belum ada wadah untuk dia berbagi cerita ketakutan terbesarnya. Barangkali kesuksesannya membawa Smada Jember menjadi kampiun DBL East Java Series membuka cakrawala basketnya.

Membuka jalan karier basketnya ke level yang lebih tinggi. Peneroka. Benar saja, setelah menamatkan masa SMA, Arif Hidayat rela merantau demi terus bisa melantun. Kembali belajar bagaimana bermain basket dengan efisien, tepat, dan benar di Surabaya. Ya, Arif Hidayat mendapat beasiswa di salah satu kampus swasta di Surabaya.

Baca juga: Emily Rose, Pelatih WBA dan DBL Camp yang Bawa Perry Lakes Hawks Juara

Hidup mandiri di luar kota secara tidak langsung membuka wawasannya tentang banyak hal. Pertemuan dengan banyak orang, lingkungan baru, hingga wajah-wajah baru. Merantau membuatnya jauh dari orang tua. Perasaan-perasaan rindu bersemi sesekali di kamar kecilnya di asrama CLS Knights, Kertajaya.

Cinta yang besar Arif Hidayat ke orang tuanya begitu besar. Kerap kali ia pulang ke Jember hanya untuk menemani almarhum ayahnya untuk jalan pagi. Atau sekadar membantu ibu memasak di dapur.

Tidak ada tuntutan besar yang terucap dari orang tuanya ke Arif Hidayat kala itu. Mereka membebaskan pilihan-pilihan hidup yang diambil oleh anaknya. Itulah mengapa Arif Hidayat mendapat izin untuk merantau. Pun demikian kecintaannya di basket.

Ketika terjun di dunia profesional, Arif Hidayat hampir telah mendapatkan semuanya. Ia pernah merasakan juara liga pada periode 2017. Menjadi jawara liga internasional tahun 2019. Namanya terpilih menjadi Sixth Man of The Year pada tahun 2017.

Jika ketika masih berstatus sebagai pelajar SMP hingga SMA ia harus menanggung ketakutan akan ditonton orang tuanya. Beberapa tahun belakang Arif Hidayat kembali mendapat gunung es untuk karier basketnya. Arif harus menepi cukup lama karena cedera yang menimpanya.

Membuatnya vakum hampir satu musim lamanya. Cobaan kembali datang. Tapi, Arif menjalaninya dengan tabah. Kecintaannya ke dunia basket begitu besar. Pun juga dengan dedikasinya untuk olahraga yang telah ia pilih sejak kecil.

Kini, Arif Hidayat kembali ke rumah. rumah tempat di mana semua perjalanan hidupnya bermula, DBL Indonesia. Ia kembali sebagai seorang interpreter di Kopi Good Day DBL Camp 2024. Anak asli Jember yang berhasil membuka cakrawala hidupnya lewat melantun bola. Mendapat beasiswa sarjana hingga magister, mendapat banyak sekali prestasi, hingga arti-arti dan makna hidup.

Nantinya di DBL Camp ia akan bertemu ratusan campers. Ada yang dari Aceh hingga Papua. Barangkali ia bakal teringat kisah-kisah perjuangannya ketika itu. Perjuangannya menaruh harapan serta mimpinya di dunia basket.

Kisah Arif Hidayat barangkali menjadi rujukan yang pas bagaimana teman-teman memilih jalan hidup. Arif Hidayat mengajarkan kita untuk bagaimana berani bermimpi. Bertaruh segalanya. Dan arti penting perihal cinta dan dedikasi. Kak Arif, selamat datang kembali ke rumah. tempat di mana semua bermula.(lou)

Foto: Yoga Prakasita, dan Yosi R, Dokumentasi Pribadi DBL Indonesia

Populer

Mengenal Pola Pertahanan dalam Permainan Basket dan Teknik Melakukannya
Bulungan Siap Mati-matian Hadapi Misi Revans Jubilee di Final DBL Jakarta!
Berikut Ukuran dan Tinggi Ring Basket yang Sesuai Aturan FIBA
Shuttle Run: Pengertian, Manfaat dan Cara Melakukannya
Mengenal Kopi Good Day, Produk Kopi Anak Muda yang Banyak Rasa