Belajar ke Amerika Serikat. Sudah lebih dari sepuluh tahun teman-teman DBL Indonesia mengirim 12 pemain putra dan putri plus 4 pelatih untuk belajar, berlatih, serta bertanding ke Amerika Serikat. Namanya skuad elite DBL Indonesia All-Star.
Jelas memilih Amerika Serikat sebagai tujuan untuk belajar dan berlatih bukan tanpa alasan. Basket dan Amerika Serikat seolah tak bisa dipisahkan. Selain menjadi tempat di mana olahraga tersebut ditemukan, basket Amerika Serikat menjadi kiblat bagi beberapa negara untuk belajar mengelola dan menjaga para pemain mudanya agar tetap berada di jalur yang tepat.
Pun demikian dengan keputusan DBL Indonesia memilih Amerika Serikat sebagai tempat untuk belajar dan berlatih. Beberapa alumnus DBL Indonesia All-Star yang pernah mendapat pengalaman berharga tersebut, kini namanya ada di daftar tim-tim basket profesional di Indonesia atau setidaknya menjadi pribadi yang profesional pada bidang yang ia pilih.
Baca juga: Warga Jakarta Merapat! Kopi Good Day DBL Festival 2024 Segera Hadir
Bukan, bukan itu inti dari tulisan kali ini. Cerita basket dan Amerika Serikat bisa seperti sekarang jelas tidak dibangun dalam satu malam. Bagaimana cara Amerika Serikat membangun sebuah rantai ekosistem pengembangan pemain-pemain mereka adalah sebuah hal yang menarik untuk diulas.
Pada tingkat paling atas dari rantai ini adalah kompetisi paling masyhur NBA. Anak muda mana di Amerika Serikat yang tak ingin merasakan melantun di sana. Bukan, bukan cuman Amerika Serikat rasanya.
Melainkan seluruh dunia. Di bawahnya ada NBA G League. Ini juga menjadi jembatan bagi pemain-pemain muda untuk menuju ke NBA lewat jalur lain (selain draft pick).
Selanjutnya pada level kampus ada NCAA (National Collegiate Athletic Association). Pada tubuh NCAA sendiri juga sangat kompleks. Mereka membaginya menjadi tiga divisi. Rantai ekosistem ini masih berlanjut hingga jenjang bangku SMA. Namanya Mcdonald’s All-American. Sebuah wadah bagi para pemain SMA terbaik di Amerika Serikat dan Kanada untuk unjuk kebolehan pada dunia dan pemandu bakat kampus.
Baca juga: DBL Camp, Kisah Tiga Babak Penuh Proses
Secara sederhananya, Amerika Serikat sudah menyiapkan pemainnya sejak level paling bawah. Sudah terarah secara tepat dan benar. Ekosistem seperti ini sejatinya ada di Indonesia. Ada pada miniatur lingkungan DBL Indonesia.
Mencoba membangun rantai pengembangan usia muda. Yup, kompetisi DBL Indonesia menjadi jembatan untuk merawat mimpi anak-anak muda tingkat SMP dan SMA di dunia basket. Lewat apa? Lewat pencapaian-pencapaian prestasi dan bentuk apresiasi yang diberikan.
Setiap keringat yang jatuh pada sesi latihan mempersiapkan diri. Setiap ketangkasan yang berubah menjadi poin krusial dan membuahkan prestasi baik. Baik prestasi individu maupun prestasi sekolah. Selain berhasil membawa sekolah juara, teman-teman student athlete juga bisa masuk dalam daftar skuad first team tiap series.
Baca juga: Andrew Vlahov: DBL Camp Bukan Sekadar Tempat Bersaing
Mimpi mereka dirawat oleh DBL Indonesia lewat program tahunan, DBL Camp. Di sana mereka yang masuk dalam jajaran skuad first team bukan hanya belajar dan berlatih.
Melainkan juga “memamerkan” ketangkasannya untuk pencari bakat kampus umumnya. Plus untuk membuat para coaches terpikat. Agar menjadi bahan pertimbangan namanya masuk dalam daftar skuad elite DBL Indonesia All-Star yang berangkat ke Amerika Serikat.
Belakangan ini DBL Indonesia merasakan betul dampak positif dari rantai ekosistem yang mereka bangun. Pada tim nasional usia muda nama-nama pemain hampir sebagian besar berasal dari sekolah-sekolah yang terjun mengikuti ajang kompetisi DBL.
Pun demikian pada level tim nasional senior. Pemain yang masuk dan keluar adalah mereka yang setidaknya pernah merasakan kompetisi dan ketatnya persaingan DBL Camp.
Tidak sedikit pula mereka yang kini mengisi daftar skuad tim profesional juga pernah merasakan ekosistem basket DBL Indonesia. Senang rasanya DBL Indonesia punya andil dalam ekosistem keseluruhan basket nasional.
“Mereka (alumnus DBL) yang di sana (tim nasional dan liga profesional) pernah terlibat langsung entah bermain atau bersaing di sistem DBL. Ini hal yang bagus dan menurut saya perlu untuk terus dijaga dan dirawat sama DBL,” ungkap Andrew Vlahov, legenda hidup basket Australia.
Baca juga: 13 Campers Kopi Good Day DBL Camp 2024 Lolos Seleksi Timnas Basket Putri U-18
Pekerjaan lainnya adalah menjaga ekosistem ini tetap konsisten,semakin terarah, dan berkembang. Pada dasarnya DBL Indonesia sudah memberi pondasi utama untuk basket Indonesia. Lewat konsistensi mereka menggelar liga setiap tahun dan program-program visionernya di DBL Camp.
Lewat konsistensi tersebut, DBL Indonesia membangun sebuah rantai ekosistem kecil. Perlahan namun pasti menuai hasil yang telah ditanam sejak lebih dari sepuluh tahun lamanya.
Kini DBL Camp bakal kembali bergulir, tepatnya pada 23-28 April 2024 di Jakarta. Masyarakat luas bisa menyaksikan persaingan para campers bertarung di lapangan. Selain itu mereka juga bisa belajar di atas tribune. Sejatinya belajar bukan hanya sebatas di ruang-ruang kelas. Belajar bisa di mana saja dan kapan saja.(*)