Jumat, 17 November 2023, pukul 15.10 WIB, Indonesia Arena semakin riuh. Penuh. Padat. Saat itu, seluruh tim DBL Indonesia sedang repot-repotnya.
Perkara partai Final Honda DBL with Kopi Good Day 2023 DKI Jakarta Series segera dimulai.
Pertemuan kedua di partai puncak antara tim putri SMAN 70 Jakarta melawan SMA Jubilee Jakarta menjadi penyebabnya.
Panggung di lapangan utama mulai berisik. Tip off tim putri ini direncanakan bakal berlangsung pukul 16.00 WIB.
Tim acara sibuk mondar-mandir mempersiapkan segalanya, begitu pula dengan tim broadcast di ruangannya nan ujung jauh di Indonesia Arena.
Tak ketinggalan tim perlengkapan, sosial media, redaksi, hingga komentator yang sudah bersiap di posnya masing-masing.
Sementara saya, bergabung dengan tim sekretariat di salah satu ruangan paling ujung utara dari Indonesia Arena. Tepat di pintu masuk pemain.
Tempat di mana para pemain datang. Saya menunggu kedatangan tim putra SMA Jubilee Jakarta yang sedang dalam penjemputan bis.
Baca juga: Terima Kasih Jakarta, Terima Kasih Indonesia Arena..
Sekadar informasi, saat event berjalan, seluruh pasukan DBL Indonesia memang terbagi ke dalam posnya masing-masing. Berkoordinasi lewat handy talkie atau via whatsapp. Berbeda dari lapangan utama yang begitu riuh nan ribet, suasana di ruangan tim sekretariat lebih damai dari biasanya.
Maklum, jika pada empat region sebelumnya peserta diwajibkan untuk tiba 2 jam sebelum pertandingan untuk melakukan registrasi, di Final DBL Jakarta kali ini berbeda.
Mereka registrasi H-1 sebelum pertandingan (Hari Kamis, 16 November) dan dijemput menggunakan bis di Hari H.
Ya, treatment spesial di hari yang spesial. Sementara keadaan di lapangan utama semakin ramai, saya melongok ke grup whatsapp crew DBL Jakarta. Pukul 15.19 WIB, dikabarkan putra Jubilee baru saja berangkat dari sekolahnya.
Karena sekolah mereka yang terletak cukup jauh dari Indonesia Arena, tepatnya di Sunter, Jakarta Utara, akhirnya saya memutuskan untuk pergi dari ruangan sekretariat. Toh, mereka akan tiba 1 hingga 1,5 jam kemudian.
Saya mampir ke belakang panggung, melihat bagaimana persiapan tim putri sebelum mereka menyentuh lantai lapangan.
Di tulisan sebelumnya saya menulis soal persiapan putri Jubilee di belakang panggung. Bagaimana suasana hati mereka. Apa yang mereka persiapkan menghadapi rival besarnya.
Dan, bagaimana seorang Dhaneswary yang seorang kapten tim bisa dengan legowo menerima segala akhir dari perjuangan mereka.
Tulisan kali ini, tak berbeda jauh. Hanya saja, kondisi tim putra berbeda dengan tim putri.
Baca juga: Kenalan Sama MVP: Akhir Musim yang Manis Stephen Sundinata Bersama Jubilee
Ketika belakang panggung sudah mulai kosong dan tip off Final putri sudah dilakukan, saya kembali ke ruangan sekretariat.
Tepat pukul 16.09 WIB, rombongan tim putra Jubilee tiba. Tepat setelah saya sampai di ruangan sekretariat. Mereka turun dari bis, menyapa ke kamera yang menyorot. Kemudian melangkah ke ruang ganti pemain.
Tidak ada yang spesial dari kedatangan mereka. Kecuali raut sumringah dari setiap pemain dan ofisial. Mereka terlihat begitu senang bisa menapaki Indonesia Arena. Belum lagi ketika masuk ke ruang pemain.
Setiap pemain punya lemarinya sendiri, lengkap dengan nama dan jersei final yang akan mereka gunakan nanti.
Sampai di ruang pemain, seluruh rombongan Jubilee kompak berubah menjadi divisi dokumentasi. Mereka mengambil foto, video, bahkan membuat mini vlog.
Ya, ruang pemain yang luas dan didesain dengan mewah menjadi penyebabnya.
Heboh. Semua pemain menyambut senang sajian dari DBL Indonesia. Desain ruang pemain layaknya liga profesional. Mereka merasa spesial di hari itu. Belum lagi tim media yang meliput reaksi-reaksi pemain putra Jubilee. Mereka diistimewakan.
Sesi dokumentasi selesai. Memakan waktu setidaknya setengah jam. Wajar lah. Kapan lagi mereka mendapat treatment seperti ini.
Satu hal yang menggelitik. Ketika saya iseng bertanya ke salah satu pemain putra Jubilee bagaimana tanggapan mereka terhadap ruang pemain ini.
Ia berkata, "Ini sih lebih mewah dari GOR Cempaka Putih".
Baca juga: Pecah! Final DBL Jakarta Berakhir Dramatis di Indonesia Arena
Tidak salah, sih. Tapi saya enggan berkomentar lebih.
Menit-menit berikutnya, tiap pemain, ofisial, dan tim dance sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Ada pemain yang sibuk menonton pertandingan putri, ada juga yang sibuk memasang tapping pada pergelangan kakinya di ruangan fisioterapi.
Intinya, ruang pemain Jubilee saat itu juga sama repotnya dengan tim acara DBL Indonesia.
Seperti kebiasaan mereka di pertandingan region dan championship series lalu. Sebelum bertanding, tim putra Jubilee juga melakukan kebiasaan mereka. Menyetel musik dari speaker portable yang mereka bawa sendiri.
Lagunya macam-macam. Dari lagu barat, sampai ke lagu 'barat'. Alias Wali Band.
Bedanya, suasana hati rombongan putra Jubilee kali ini lebih baik dibanding pertandingan-pertandingan berikutnya. Tanpa beban. Tanpa tekanan. Dan tanpa saya tanya mengapa, saya sudah tahu jawabannya.
Percaya diri.
Yap, itu kata yang tepat menggambarkan suasana riuh nan repotnya putra Jubilee di ruang pemain. Mereka tidak ragu bisa menjadi juara lagi di DBL Jakarta tahun ini.
Waktu terus berjalan, seluruh pemain dan ofisial telah siap. Lengkap dengan seragamnya masing-masing. Final Putri juga sudah selesai. Putri Jubilee harus menelan kekalahan mereka sekali lagi.
Saat itu, pemain putra Jubilee kompak keluar ruang pemain. Mereka memberikan semangat untuk tim putrinya.
"Heads up!"
Kata-kata semacam itu terus terlontar dari putra Jubilee. Tak sedikit juga yang memberikan semangat lewat usapan dan obrolan singkat di lorong ruang pemain.
Walaupun sederhana, setidaknya ada senyum tipis yang berhasil mereka berikan di wajah putri Jubilee.
Baca juga: Jubilee: Mempersiapkan Diri, Mengejar Dinasti 70
Menunggu waktunya mereka turun ke lapangan, putra Jubilee masih sibuk dengan kegiatannya. Ada yang membuat video TikTok, sebagian lainnya melakukan peregangan, sebagian lainnya ada pula yang bernyanyi dan bercanda-canda.
Pokoknya, tidak ada hal yang menegangkan di ruang pemain itu.
Bahkan, Hosea Yedija Setiawan sempat-sempatnya melempar gombalan receh kepada saya. Huft, dasar anak SMA.
Tidak lama, putra Jubilee dipanggil keluar. Mereka harus melakukan pemanasan di lorong luar ruang pemain sebelum menuju ke belakang panggung. Saya lupa tepatnya pukul berapa saat itu.
Tapi, lapangan utama saat itu sedang riuh lantaran penampilan dari tim dance.
Di belakang panggung, seorang Liaison Officer (LO) memberikan arahan untuk putra Jubilee sebelum mereka naik ke atas panggung.
Bagaimana posisi mereka di atas panggung nanti. Harus bergaya seperti apa. Setelahnya, harus berjalan kemana. Sampai apa yang harus mereka lakukan setelah selebrasi nanti.
Ketika penyambutan tim putra di Final DBL Jakarta akan dimulai, saya berniat pergi dari belakang panggung. Tapi urung. Saya ingin melihat proses tim putra Jubilee berdoa sebelum melantai. Mereka membentuk lingkaran. Tangan terkepal, mata menutup. Hening.
Baca juga: 5 Show Seru dan Berkesan Final DBL Jakarta di Indonesia Arena
Di tengah suasana lapangan utama Indonesia Arena yang semakin riuh. Lingkaran di belakang panggung itu hening. Mereka panjatkan doa. Sunyi.
Tapi saya yakin, rapalan doa-doa mereka berisik sampai ke langit. Plus, doa-doa dari sisi putra Bukit Sion.
Duh, spesial sekali Final DBL Jakarta di Indonesia Arena ini. Sepertinya, malaikat pun sampai ikut repot menerima belasan, puluhan, sampai ratusan, bahkan ribuan doa yang mengantre untuk dikabulkan Tuhan secara bersamaan saat itu.
Menit berikutnya, saya sudah tidak ada di belakang panggung. Saya ingin menikmati bagaimana suguhan Final DBL Jakarta yang begitu istimewa dari depan panggung.
Benar saja. Meriah. Mewah. Megah. Istimewa. Merinding.
Lighting show yang menyilaukan. Video versus yang mengharukan. Hingga pemanggilan tim yang memabukkan. Ciri khas DBL sekali.
Sementara itu, putra Jubilee mendapat giliran kedua pemanggilan tim setelah Buksi.
Jika pemain Buksi terlihat tegang, putra Jubilee sama sekali tidak menunjukan rasa takut atau grogi di atas panggung.
Seperti yang disinggung sebelumnya. Mereka tanpa ragu menapaki Final DBL Jakarta ini. Dihadapi oleh nama besar Buksi, di bawah megahnya Indonesia Arena, putra Jubilee justru menikmati treatment khusus untuk mereka.
Dan, mereka menyambutnya dengan senyum sumringah dan berjoget tipis-tipis di atas panggung.
Ah, Jubilee. Emang boleh, sepercaya diri itu?
Seperti kebanyakan orang. Dan sebenarnya sudah pasti juga. Final DBL Jakarta antara Jubilee dan Buksi berhasil membakar seisi Indonesia Arena.
Selama 40 menit dengan waktu bersih, dua tim ini bertarung dengan sengit. Tanpa ampun.
Saling balas poin. Jual beli serangan. Meremukkan.
Tapi lagi-lagi. Dihadapi Buksi, di bawah tekanan Indonesia Arena yang penuh, Jubilee tak menunjukkan kekhawatirannya.
Stephen Sundinata adalah penyelamat. MVP DBL Jakarta itu benar-benar cemerlang di 50 detik akhir kuarter empat.
Tripoin darinya berhasil membuka peluang untuk Jubilee mengandaskan Buksi. Tapi, kesampingkan soal itu.
Sekali lagi, tidak ada keraguan di wajahnya. Tidak pula di gerak-geriknya.
Tertinggal 9 poin, Jubilee tanpa time out. Mereka berhasil mengejar ketertinggalan. Kanara Haady Pasya menjadi penyempurna kemenangan Jubilee. Ia berhasil menjinakkan 12 detik waktu krusial di kuarter empat.
Tanpa ragu, dua poin darinya memastikan kejayaan Jubilee sekali lagi di DBL Jakarta kala itu.
Buksi luruh. Sekali lagi mereka harus tunduk dari Jubilee.
Di sisi lapangan yang lain, Jubilee kembali membentuk lingkaran. Kali ini, suasananya lebih meriah. Mereka merayakan kemenangan. Berbeda dari tahun sebelumnya, di tahun ini tidak ada tangis.
Baca juga: Dramatis! Jubilee Sukses Pertahankan Gelar di Indonesia Arena
Lingkaran itu serupa kepercayaan diri mereka. Mematahkan suara sumbang dari mana pun yang meragukan kekuatan Jubilee di DBL Jakarta saat ini.
Seisi Indonesia Arena masih ramai. Menyambut suka kemenangan Jubilee sekali lagi. Sebagian lainnya, respect dengan perjuangan tiada henti dari Buksi.
Sementara Kanara, ia sendiri tak menyangka bisa menjadi penyempurna Jubilee.
"Aku sendiri kaget," katanya.
Tidak percaya akan semua hal yang terjadi di 12 detik terakhir itu. Setelah pernyataan itu, Kanara melebur dengan teman-temannya.
Di dalam dirinya ada harapan kecil, dan cita-cita yang besar untuk tahun depan.
"Semoga tahun berikutnya bisa punya kesempatan main di Indonesia Arena lagi!"
Semoga, ya. Semoga kita bisa bertemu lagi di Indonesia Arena tahun depan. (*)