DI ATAS tanah lapang itu berdiri ring basket yang kondisinya memprihatinkan. Ring itu tanpa jaring. Kayu tempatnya menempel juga sudah terlihat lapuk. Tapi, anak-anak yang berlatih di lapangan basket itu tampak begitu semangat. Merekalah para siswi SMA Regina Pacis Bajawa.
Latihan di tempat seadanya seperti itu bukan berarti prestasi SMA Regina Pacis Bajawa juga semampunya. Tim basket putri sekolah itu sudah empat musim berlaga di Honda DBL East Nusa Tenggara Series. Selama empat musim itu mereka sudah tiga kali meraih gelar juara. Satu musim lainnya mereka gagal di partai final, hanya menjadi runner up. Gelar juara terakhir kali mereka raih tahun lalu. Di partai puncak, tim SMA Regina Pacis berhasil mengalahkan SMAN 4 Kupang dengan skor 54-15.
“Sekolah kami tak punya lapangan. Anak-anak di kampungnya juga tidak ada lapangan. Sebagian pemain tinggal bersama saya. Mereka kami biayai karena kondisinya kurang mampu,” kata Rudolf Aqroz Wogo, pelatih tim basket putri SMA Regina Pacis.
Selama ini butuh perjuangan luar biasa agar SMA Regina Pacis Bajawa bisa berlaga di Honda DBL East Nusa Tenggara Timur, yang dihelat di Kupang. Sebab Bajawa, yang merupakan ibu kota Kabupaten Ngada, berjalarak 540 km dari Kupang. Kota itu terletak di barat laut Kupang.
"Kami harus menempuh perjalan darat dulu selama 4 jam menuju Pulau Ende. Setelah itu lanjut naik kapal Ferry selama 24 jam menuju pelabuhan kota Kupang," terang Rudolf.
Jika beruntung, ada kapal besar yang akan mengantarkan mereka ke Kupang. Dengan kapal itu waktu perjalanan bisa dipangkas hanya 10-14 jam. "Tapi jika tidak ada ya apa boleh buat. Kami harus menyebrang dengan kapal Ferry, butuh waktu sekitar 24 jam,” terang Rudolf. Itu pun kapal tak selalu singgah di Pulau Bajawa. Tergantung gelombang, sedang bersahabat atau tidak.
Setibanya di Kupang, perjuangan SMA Regina Pacis Bajawa belum berakhir. Mereka tak punya biaya lebih untuk menyewa hotel. Terpaksa harus menumpang di sebuah Sekolah Luar Biasa (SLB). Di sana mereka memasak sendiri untuk kebutuhan sehari-hari. "Kami bawa bekal yang dari desa untuk keperluan masak sehari-hari. Jadi mirip kegiatan pramuka gitu,” celetuk Rudolf seraya terkekeh.
Tiap mengikuti kompetisi Honda DBL, SMA Regina Pacis Bajawa memang kerap terkendala biaya. “Soal dana memang kami seadanya saja. Bahkan pemberangkatan tim juga hasil urunan,” jelasnya. Rudolf selalu menekankan pada anak asuhnya bahwa basket bukan perkara menjadi juara atau tidak. "Tapi yang penting itu harus bisa mengalahkan diri kita sendiri. Melawan ego, emosi, dan menumbukan percaya diri,” jelasnya.
Onak dan duri yang dilewati bersama oleh Rudolf dan timnya ternyata menumbuhkan semangat juang yang menyala-nyala. Dari segala keterbatasan itu malah timbul kedekatan antar pemain. "Anak-anak tak pernah takut menghadapi tim mana pun. Termasuk menghadapi tekanan suporter lawan yang kebanyakan dari tim-tim asal Kupang," kata Rudolf. Dia berharap tahun ini anak asuhnya kembali bisa meraih kemenangan.