Developmental Basketball League (DBL) bukan hanya merevolusi kompetisi basket di Indonesia. DBL juga tercatat dalam sejarah sebagai liga Indonesia pertama yang berkolaborasi dengan liga basket paling bergengsi di dunia: National Basketball Association (NBA) dari Amerika Serikat.
Pada 2008, DBL dan NBA meneken kontrak multiyear (jangka panjang). Tujuan utamanya, semakin mempopulerkan olahraga basket di Indonesia.
Pada 2008 itu, even resmi pertama NBA diselenggarakan di Surabaya. Bintang Indiana Pacers, Danny Granger, tampil di NBA Basketball Clinic pada 24 Agustus 2008. Dia bertemu dan memberi materi latihan kepada pemain-pemain pilihan, wakil tim-tim juara Honda DBL 2008. Mulai 2009, kerja sama itu meningkat lagi. Bukan hanya klinik satu hari, melainkan even serius selama empat hari.
Bintang Sacramento Kings, Kevin Martin, datang untuk berpartisipasi di Indonesia Development Camp 2009. Pemain dengan tinggi badan 201 cm itu ditemani dua asisten pelatih NBA, Neal Meyer (Los Angeles Clippers) dan Joe Prunty (Portland Trail Blazers). Mereka memberi materi latihan intensif kepada pemain-pemain dan pelatih-pelatih pilihan Honda DBL 2009.
Bukan hanya itu, pada 2009, DBL Indonesia juga menjadi penyelenggara NBA Madness pertama di Indonesia. Antara 4-28 Juni 2009, event basketball lifestyle interaktif itu mengunjungi empat mal di Surabaya: Tunjungan Plaza 3, Mal Galaxy, Royal Plaza, dan Supermal Pakuwon Indah.
Pemain andalan New York Knicks, David Lee, tampil bersama enam personel Miami Heat Dancers (Sarah, Jackie, Maddy, Shea, Jenny, dan Kristina). Maskot Memphis Grizzlies, Grizz, hadir untuk membuka even tersebut. Untuk kali pertama, trofi juara NBA, Larry O’Brien Trophy, juga hadir di Indonesia lewat ajang ini.
Penyelenggaraan even bertitel NBA Madness presented by Jawa Pos ini tidak main-main. Hampir 700 ribu impression (pengunjung mal) merasakan atmosfernya, melibatkan belasan ribu partisipan. Tak heran, begitu event ditutup, NBA Asia pun menyebut NBA Madness di Surabaya ini sebagai yang terbaik di Asia.
“Semua berjalan sempurna selama diselenggarakan di Indonesia. Jumlah pengunjung melimpah, penyelenggaraan bagus, promosi memadai, dan dukungan besar dari media. Saya bisa bilang, inilah Madness terbaik di Asia,” kata Ritchie Lai, director of events NBA Asia, yang sudah pernah membawa event serupa ke berbagai negara.
Seperti perkembangan DBL secara keseluruhan, kerja sama dengan NBA itu bukanlah sesuatu yang direncanakan secara matang. “Sebelum Honda DBL 2008 dimulai, kami memang sudah berniat menyelenggarakan student athlete camp. Pemain-pemain pilihan DBL akan diberi materi latihan oleh pihak luar negeri. Tapi, kami tak pernah menyangka itu dengan NBA,” kenang Azrul Ananda, commissioner DBL.
Kontak pertama dengan NBA bahkan baru terjadi saat Honda DBL 2008 sudah mengakhiri kota ketujuh (Makassar). Ceritanya, waktu itu Azrul sedang berada di Manado, bersiap menutup kompetisi di Sulawesi Utara tersebut (8 Maret 2008).
Sehari kemudian, giliran penutupan di Makassar. Saat di Manado, ada email dan telepon dari NBA. Isinya meminta pertemuan khusus di Jakarta. Azrul baru menyanggupi bertemu setelah pulang dari Makassar.
Senin malam itu, di sebuah hotel bintang lima di Jakarta, Azrul menemui tim NBA (dari NBA Asia di Hongkong dan NBA pusat di New York) bersama Masany Audri (kini general manager DBL Indonesia) dan Lucia Cicilia (manager sponsorship and business development).
Rupanya, tim NBA sudah datang lengkap untuk menyiapkan NBA Madness di Jakarta. Namun, entah karena apa, event itu harus dimundurkan (dan kemudian dibatalkan).
Tanpa terlalu banyak perundingan, terjalinlah kerja sama antara DBL dan NBA. Even pertama NBA di Indonesia tetap terselenggara tahun itu juga, yaitu kunjungan Danny Granger di Surabaya. “Rasanya seperti tidak nyata. DBL kerja sama dengan NBA. Yang pertama di Indonesia lagi,” kata Masany.
Event pertama DBL dan NBA pun berlangsung sukses. Kehadiran Danny Granger mampu menghebohkan Indonesia. Bukan hanya DBL dan Indonesia yang kagum pada NBA, sebaliknya, NBA pun kagum pada DBL dan Indonesia.
“Saya memang belum banyak melihat pertandingan basket pelajar di Asia. Tapi, inilah yang paling mengagumkan dan terbaik yang pernah
saya lihat. Saya yakin DBL akan terus berkembang. Untuk inilah kami menggandeng DBL. DBL adalah partner jangka panjang, partner yang luar biasa,” kata Victor Chu, director business development and marketing partnership NBA Asia.
Martin Conlon, mantan pemain NBA yang ikut mendampingi Granger sebaga koordinator klinik di DBL, juga kagum. “Antusiasme terhadap DBL luar biasa. Saya pernah memberikan materi klinik di Tiongkok, Afrika Selatan, Irlandia, dan beberapa negara lain. Tapi tidak ada yang seantusias di Surabaya,” katanya.
Yang membuat event ini makin berkesan, sepulang dari Indonesia, prestasi Granger meroket. Sebelum musim NBA 2008-2009 dimulai, Granger meneken kontrak “superstar,” bernilai lebih dari USD 60 juta (Rp 600 miliar) untuk lima tahun. Kemudian, untuk kali pertama dia terpilih sebagai All-Star. Dan di akhir musim itu, Granger mendapat penghargaan sebagai Most Improved Player.
Ketika di Amerika pun, Granger berkali-kali mengucapkan kekagumannya terhadap DBL. “Pengalaman luar biasa. Senang rasanya bisa berada di sana. Minat terhadap basket sangatlah dahsyat. Lebih dari yang saya harapkan, tapi sangat menyenangkan,” kata Granger seperti dikutip dari www.indycornrows.com.
“Mereka mungkin tidak semaju kita (di Amerika), tapi kitalah yang menemukan olahraga ini. Meski demikian, mereka mulai maju. Mereka punya fasilitas yang baru dibangun. Mereka punya liga, DBL, yang berjalan dengan baik di sana. Pertandingan yang saya hadiri mungkin dihadiri 7.000-8.000 penonton. Sangat mengasyikkan. Itu benar-benar pengalaman hebat,” begitu tambah sang bintang.(*)