Banyak cara untuk memperjuangkan diri sebagai seorang perempuan supaya nggak dipandang sebelah mata. Seperti perjuangan RA Kartini yang menginisiasi bahwa perempuan nggak hanya bertugas ‘di dapur aja’. Di zaman sekarang perjuagan itu nampaknya tetap ada di benak perempuan Indonesia. Berjuang dengan caranya masing-masing untuk tetap menjaga jiwa Hari Kartini yang jatuh pada tanggal 21 April.
Salah satunya yang dilakukan oleh Regita Pramesti. Alumni DBL Indonesia All Star 2013 dan 2014 itu pernah diundang sebagai perwakilan Indonesia buat mengikuti seminar Youth Leadership Workshop di Singapura pada tahun 2019. Di sana, perempuan yang berulang tahun 21 April 1997 itu dibekali tentang apa yang bisa dilakukan dalam basket oleh Federation International Basketball (FIBA).
“Jadi di sana FIBA menjelaskan kalau kalau basketball itu bisa do some good, ya other than hanya sekedar basket. Salah satu value yang saya dapat adalah mengenai gender equality. Ya kembali lagi apa yang dilakukan cowok, bisa dilakukan cewek,” cetusnya.
Pulang dari sana, Regita juga mendapat tugas sebagai Youth Leaader buat mengadakan event 3x3, tapi mixed gender. Dirinya pun bisa untuk menyelenggarakan event itu, di lapangan kampusnya Universitas Pelita Harapan (UPH) dengan bantuan teman-temannya.
“Jadi satu tim, dua cewek dua cowok. Dan we all know kalau misalnya timnya mau menang, pasti yang main cowok terus, dua orang, cewekya hanya satu. Again, karena dilihat cowok lebih capable dibandingkan cewek,” imbuhnya.
Dari sana, ia pun berinisiasi untuk membuat peraturan. Yaitu mewajibkan ada dua pemain cewek dan satu cowok. “Tujuannya apa, ya buat reminder aja bahwa kan sebenarnya objective games ini bukan sekedar menang, tapi kesetaraan gender. Cowok dan cewek punya opportunity yang sama,” tandasnya.
Dirinya merasa beruntung bisa mendapat kesempatan itu. Sebab, Regita punya pengalaman kurang mengenakan baginya. Dimana ketika ia mulai bermain di kompetisi basket pada tahun 2016, sorotan buat basket perempuan tak sebanyak laki-laki. “Exposure untuk basket wanita ini harus diperjuangkan,” katanya dengan tegas.
Kini, ia pun tetap memperjuangkan basket perempuan. Sebab, kecintaannya terhadap basket sudah dibangun sejak kecil. Semua keluarganya bermain basket. “Saya mulai basket dari kelas 2 SD. My mom was my first coach. Dari kakek, sampai kakak saya semuanya main basket. Jadi dulu ya waktu DBL Bali Series satu keluarga nonton,” timpalnya.
Satu harapannya, supaya gebrakan basket perempuan ini bisa terus berkembang baik seperti halnya basket laki-laki. “Liga basket wanita harus diadakan kembali, kalau itu aja nggak jalan mau bicara hal lainnya sulit,” pungkas perempuan yang mengidolakan Agustin Gradita Retong itu. (*)