Performa gemilang ditunjukkan Chinta Afrilia pada Honda DBL Lampung Series musim lalu. Garda berusia 18 tahun itu mampu membawa SMAN 10 Bandar Lampung melenggang ke final party. Dirinya dan tim hampir mencetak sejarah baru bagi sekolahnya. Yaitu kawin gelar dengan tim putra. Namun, sayang hal tersebut gagal diwujudkan, usai mereka takluk dari SMAN 1 Natar.
Namun, Chinta tampil impresif. Namanya tercatat sebagai top leader poin di Honda DBL Seri Lampung tahun kemarin. Dari total 4 laga, Chinta mengemas 55 poin atau 13,8 PPG. Itu adalah penampilan terakhirnya, karena dia kini lulus SMA.
Hal itu tidak mudah untuk diraih. Banyak perjuangan dan rintangan yang dihadapi. Salah satunya adalah soal izin dari orang tua. Dulu, Chinta tidak bisa leluasa bermain basket.
Kedua orang tuanya sempat melarangnya untuk bermain basket. Karena keduanya khawatir, lantaran basket dinilai sebagai olahraga yang cukup keras. Namun, ia bisa buktikan dirinya bisa fight di basket.
“Aku punya tekad besar. Aku pengin nunjukkin ke orang tuaku kalau aku passion di dunia basket,” paparnya.
Berkat kegigihannya akhirnya orang tua Chinta melunak. Orang tuanya merasa Chinta memang punya bakat di basket. Bahkan orang tuanya menonton langsung Chinta berlaga di Honda DBL. “Aku menekuni basket udah dari SMP. Jadi aku benar-benar terpacu buat nunjukkin kalau aku bisa nih mencapai target dengan berprestasi di basket. Salah satunya Honda DBL,” ujarnya.
Dari fighting spirit yang dimiliki Chinta. Ia berharap adik kelasnya bisa belajar banyak. Menurutnya, selain memperbaiki sisi fisik, adik kelasnya yang akan berjuang di Honda DBL nanti bisa hustle menghadapi segala persaingan ketat di Honda DBL.
“Pekerjaan rumah kita itu soal fisik. Harus lebih dikuatin lagi fisiknya. Dan aku berharap banget mereka punya fighting spirit, nggak mudah menyerah dan terus berusaha biar SMAN 10 bisa jadi juara,” harap atlet pelajar yang berencana mengambil studi di Universitas Esa Unggul Jakarta tersebut. (*)