Selama lima musim berlaga di Honda DBL, SMA Regina Pacis Bajawa menjadi salah satu tim tangguh pada Seri Nusa Tenggara Timur. Bahkan, mereka berhasil membawa empat gelar champion dan satu gelar runner-up selama lima musim tersebut.
Dibalik itu semua ada sosok Rudolf Aqroz Wogo. Pelatih berusia 38 tahun ini menjadi arsitek sekaligus sosok dibalik prestasi basket Bajawa. Jarak 540 KM dan lamanya durasi perjalanan menuju venue Honda DBL hanya angka di matanya. Ia ingin menunjukkan bahwa prestasi basket Bajawa tak kalah dengan daerah lainnya.
Baca juga SMA Regina Pacis Bajawa Harus Berjuang 28 Jam Menuju Kupang
Kerennya lagi, semua program yang ia bangun berasal dari uang pribadinya yang berasal dari usaha yang ia miliki.
"Di kampung ini (Bajawa, red), Secara fasilitas memang tidak seperti kota lain. Tapi kalau semangat, kami tidak kalah," ujarnya.
Coach Rudolf bercerita bahwa untuk latihan sehari-hari, mereka memang tidak memiliki jumlah bola basket yang memadai. Terlebih, banyak dari anak asuhnya berasal dari keluarga tidak mampu.
Untuk mengakalinya, Ia menganjurkan anak asuhnya mengganti bola basket dengan buah kelapa sebagai metode latihan shooting. Hal ini tak hanya untuk meningkatkan akurasi saja. Buah kelapa yang lebih berat dari bola basket membuat otot anak-anaknya semakin terlatih.
Lalu, untuk latihan fundamental seperti dribble, coach Rudolf memanfaatkan lapangan fasum yang ada di daerahnya. Karena jarang terpakai, skuad SMA Regina Pacis Bajawa pun merawatnya seolah seperti lapangan sendiri. Mulai dari mengecat hingga membenahi ring.
"Tahun lalu lapangannya dibantu Pemda untuk dibenahi. Rasanya senang sekali. Anak-anak jadi semakin semangat berlatih," ujarnya.
Di sektor fisik, coach Rudolf tidak terlalu memberikan drill yang khusus. Pasalnya, siswa-siswinya mayoritas membantu orang tuanya berkebun. Tak hanya itu, Ia juga selalu menganjurkan anak asuhnya berjalan kaki untuk ke sekolah. Sehingga, mereka memiliki proses penguatan otot yang alami.
Bagi coach Rudolf, Basket adalah sarana untuk melatih kepribadian dan karakter yang baik sehingga bisa berguna bagi masyarakat di kemudian hari nanti. Kerja keras, disiplin, refleksi, tidak egois merupakan nilai utama yang terus disuntikkan ke anak asuhnya.
"Bagi saya, juara di kompetisi itu hanya bonus. Proseslah yang menjadi pemenangnya. Semakin kita berproses dengan kerja keras untuk melatih dan merubah diri menjadi lebih baik dari waktu ke waktu, secara tidak langsung kita sudah menjadi juara yang sebenarnya," tutup coach Rudolf. (*)