Bicara soal suporter sekolah di gelaran Honda DBL East Java Series-North Region tentu tak bisa dipisahkan dari peran anak-anak SMAN 2 Surabaya. Di balik aksi suporter sekolah itu, belakangan ada nama Bramantyo Lukman yang bertindak sebagai capo.
Nah, semalam Lukman --sapaan akrab Bramantyo Lukman-- membagikan kisah serunya pada DBL Lovers via live Instagram DBL Surabaya. Siswa yang baru aja lulus SMA ini bercerita ada satu momen berkesan yang tak bisa dilupakan selama nribun di Honda DBL musim 2019.
“Ketika lawan SMAN 8 Malang di babak big four lalu, kami sempat bikin lagu baru di H-1. Awalnya sempet agak pesimis bisa hafal. Ternyata waktu di venue anak-anak hafal semua. Terharu banget aku lihat momen itu," kenang Lukman.
Bagi Lukman ada beberapa kriteria untuk jadi capo. Apa aja sih kriterianya?
1. Sebisa Mungkin Cowok
Bagi Lukman sah-sah aja cewek jadi capo. Namun, berkaca dari pengalaman di SMAN 2 Surabaya, cewek tidak mudah mendapatkan izin orang tua ketika berkegiatan suporter.
Selain itu, saat menjadi capo juga cukup berbahaya karena berada di panggung yang kecil. “Tanpa mengurangi rasa hormat, bukan berarti nggak boleh. Cuman biar lebih leluasa aja. Apalagi kegiatan juga padat kan dan sampe malem,” ujarnya.
2. Harus Siap Kena Patahan Stik
Lukman bercerita bahwa dalam satu pertandingan, perkusi di bawahnya mematahkan banyak sekali stik drum. Bahkan, hingga tiga kali loh! Karena posisinya yang berdekatan terkadang patahannya terkena mukanya. “Kadang kaget. Cuman ya harus sabar. Toh juga nggak sengaja,” ujarnya lantas tertawa.
3. Wajib Tegas Waktu di Tribun
Banyak yang bilang kalau capo itu jahat. Hal ini langsung ditolak oleh Lukman. Ia bercerita bawah ketika menjadi capo wajib tegas. Bukan jahat. Pasalnya, ia harus memberikan komando agar suporter tetap satu komando.
“Capo juga harus jadi citra yang bagus. Jadi kalau caponya serius, Massanya juga akan serius. Tapi kalau guyonan aja, jadinya malah nggak serius semua,” ujar Lukman.
4. Jangan Merasa Paling Kreatif
Hal yang terakhir yang paling penting menurut lukman adalah jangan merasa yang paling kreatif. Cara pandang yang seperti itu bisa membuat sebuah suporter stuck dan kalah dengan sekolah lain.
Oleh karenanya, Lukman dan teman-temannya tidak pernah lelah untuk mencari referensi. “Biasanya kita lihat di negara-negara lain gimana suporternya. Nggak jarang juga kita melihat sekolah lain buat cari referensi,” tambahnya.(*)