KOMPETISI Honda DBL 2019 boleh dibilang sebagai musimnya coach Cahyandri selama karirnya melatih basket. Pelatih dari SMKS Unggul Sakti Jambi ini tak hanya terpilih menjadi pelatih first team Honda DBL Jambi Series 2019. Ia juga masuk kedalam jajaran skuad elit Honda DBL Indonesia All-Star 2019 dan berangkat ke Amerika Serikat pada bulan Februari kemarin.
Selama sepekan di Amerika Serikat, Cahyandri tak hanya sekedar menikmati hasil jerih payahnya dengan sekedar liburan. Justru dia memanfaatkan kesempatan itu untuk banyak belajar dengan sejumlah orang yang ditemuinya di Amerika Serikat. Mulai dari para pelatih di Mamba Sport Academy, Jordan Lawley, hingga kompetisi 5th Annual DTermine Your Destiny.
Ia pun bercerita banyak hal ke DBL.id tentang ilmu yang ia dapatkan. Salah satunya adalah tentang pemanasan. Menurut pelatih berusia 39 tahun tersebut, pemanasan statis seperti yang biasa dilakukan di Indonesia sudah tidak menjadi opsi utama. Di Mamba Sports Academy sendiri para pemainnya lebih sering melakukan dynamic warm up.
“Dynamic warm up ini ketika pemanasan pemainnya lebih banyak bergerak. Seperti lunges, lari dari side line ke side line atau base line ke base line. Dampaknya, pemanasan seperti ini juga meningkatkan kemampuan fisik pemain juga,” ujar pelatih yang genap 12 tahun melatih di Jambi tersebut.
Baca juga: Ingin Selalu Tampil Impresif? Lakukan 7 Pemanasan Dinamis ini
Ia juga mengamati apa saja yang perubahan setelah para skuad all-star melakukan dynamic warm up. Terlebih selama TC di Indonesia, skuad All-Star memang lebih dominan melakukan static warm up dibandingkan dynamic warm up.
Menurut alumnus Universitas Islam Indonesia (UII) Jogjakarta itu, dampak dari dynamic warm up yang paling terlihat adalah skuad All-Star tak lagi telat panas. "Mereka jadi lebih siap dalam bermain," ujarnya.
Dynamic warm up juga sangat bermanfaat di daerah bersuhu rendah. Misalnya ketika skuad All-Star mengikuti turnamen 5th Annual DTermine Your Destiny. Saat itu suhu di sekitar Orange County sekitar 10-11 derajat celcius.
“Kalau kata coach George Quintero, (Direktur Basketball Mamba Sports Academy) dynamic warm up ini membiasakan para pemain muda untuk siap bergerak bahkan berlari pada saat apapun. Sama seperti Cheetah yang selalu siap berlari cepat untuk berburu,” tambahnya.
Selain masalah pemanasan, dampak dari repetisi latihan fundamental juga menjadi hal yang ia amati selama di Los Angeles. Pada umumnya, para pemain di Amerika tidak pernah bermain yang aneh-aneh. Mereka hanya berfokus pada easy basketball dan easy point.
Berbeda dengan Indonesia. Ia bercerita bahwa umumnya anak-anak ini selalu pengin ke level advance tanpa repetisi yang sering tentang fundamental. Ia pun teringat tentang anak asuhnya yang kerap ingin melakukan jelly lay up saat pertandingan.
“Saya tidak melarang. Yang terpenting, dia harus berlatih lebih banyak masalah fundamental. Nantinya, masalah variasi serangan juga akan mengikuti dengan sendirinya,” tambah pelatih asal Jogjakarta tersebut.
Hal terakhir yang akan ia tekankan lagi ke anak asuhnya adalah perihal attitude dalam bermain basket. Bahkan sesimpel ketika pemanasan dribble saat latihan di sekolah.
Menurutnya, kelebihan dari para pemain basket di Amerika Serikat adalah attitude mereka yang baik. Mulai dari saat latihan hingga ketika bertanding. Hasilnya, fundamental mereka akan terbentuk secara otomatis dengan baik.
“Kadang, ketika pemanasan dribble anak-anak ini asal selesai. Tidak memperhatikan detail gerakan dan step by step-nya. Nah, hal inilah yang membuat fundamental anak-anak jadi kurang optimal,” pungkasnya.(*)