JOGJAKARTA-Setiap supporter yang mendukung tim basketnya berlaga di Honda DBL DI Jogjakarta Series 2019 boleh berteriak dan bernyanyi sekeras-kerasnya. Namun tanpa diiringi oleh dentuman perkusi yang ditabuh dengan semangat, yel-yel dan sorak sorai itu akan jadi terasa hampa. Itulah sebabnya penabuh perkusi hampir bisa didapati di setiap tribun. Tak terkecuali ketika SMA Stella Duce 1 Jogjakarta berlaga.
Performa siswi-siswi sekolah ini di tribun tak ubahnya supporter pelajar pada umumnya. Pekikan Srikandi Stece di tribun semakin membahana seiring dengan ditabuhnya drum oleh para "juru tabuh Sabirin". Dentuman itu membunyikan derap irama dalam ketukan tempo tertentu untuk mengiringi nyanyian dan yel mereka.
Bas, tom, snare dan trio secara serempak terus didentumkan sepanjang 40 menit pertandingan. Khusus untuk trio, alat yang satu ini merupakan instrumen baru. “Alat ini susah. Makanya baru ketika ada temen kami yang memang drummer dan ternyata aku bisa pegang juga, temen-temen baru berani pake tambahan trio,” kata Angelin Gabriella Gayatri, salah seorang anggota tim drummer Stece.
Butuh proses panjang bagi mereka untuk belajar perkusi. Hal itu diungkapkan Gayatri kepada DBL.id, Kamis (31/10). Gayatri menyebut tak semua siswi Stece bisa menjadi penabuh drum.
Pasalnya, tim drummer Stece itu terbentuk melalui seleksi. “Lebih tepatnya seleksi alam,” kata Gayatri. Bagaimana tidak? Untuk DBL tahun ini saja tim inti We Are Stece (WAS), yang terdiri dari 10 siswi kelas XII, sudah membuka pendaftaran anggota drummer sejak jauh hari.
Gayatri bilang ia dan rekan-rekannya sudah membuka inisiatif itu sejak bulan Februari. Padahal DBL sendiri baru diselenggarakan pada bulan Oktober. Biasanya tim ini diisi oleh siswi-siswi kelas XII sebagai bentuk apresiasi di tahun terakhir mereka.
Untuk membentuk tim drummer Stece memang tidak bisa dalam waktu sebentar. Prosesnya mulai dengan membentuk tiga orang dari komite inti yang bertugas untuk menjadi pemimpin dari tim drummer. “Tiga orang ini diajari dulu oleh tim drummer tahun sebelumnya gimana memainkan alat. Setelah mereka bisa, baru kita bentuk tim drummer dari temen-temen di luar komite inti,” ceritanya.
Dalam kurun waktu yang panjang itu mereka berlatih dua kali dalam seminggu. “Latihannya pun gak biasa. Buat nyamain tempo, antar alat yang satu dengan yang lain berlatih dalam jarak yang saling berjauhan dan itu susah banget,” katanya.
Sepanjang itu pula lah banyak Srikandi Stece yang hilir mudik berguguran dari seleksi tersebut. Daya tahan mereka sangat diuji sebelum menyongsong panggung sebenarnya di tribun GOR UNY.
“Gimana gak bakal bosen kalau setiap hari mencoba lagu yang sama. Belum juga mengulang-ulang terus karena salah,” ujar siswi kelas XII MIPA itu. Tim drummer sendiri baru benar-benar terbentuk ketika tahun ajaran baru 2019/2020 dimulai.
Dari proses yang panjang itu terseleksilah 13 orang penabuh genderang perang pasukan Srikandi. Ketigabelas orang itu dibagi menjadi penabuh beberapa jenis alat pukul. Dari kuarter ke kuarter, mereka bergantian mengiringi sorak sorai pendukung Stece.
“Komitmen tim drummer itu minimal harus nabuh drum 2 kuarter,” tutur cewek asal Jakarta ini. Itu berarti setara dengan 20 menit waktu bersih pertandingan.
Gayatri mengaku tak mudah menjadi juru tabuh supporter sekolahnya. “Kami harus latihan dua kali seminggu. Belum lagi setiap Stece tanding kita wajib buat dateng dan sering kali tangan kami harus lecet karena saking semangatnya pukul drum,” paparnya.
Meski harus melalui itu semua, Gayatri mengaku keikutsertaannya menjadi tim drummer tidak dilandasi dengan untung-rugi. “Tapi lebih karena ketulusan aja sih. Bantu temen-temen mengiringi nyanyian dan yel,” aku cewek asal Jakarta ini.
Tak hanya bagi supporter di tribun, kehadiran tim drummer Stece itu juga menjadi lecutan bagi tim basket yang ada di lapangan. “Tim basket berulang kali mengapresiasi kontribusi kami. Mereka mengaku semakin termotivasi ketika ada di lapangan dan melihat kami yang ada di tribun ini begitu semangat,” ungkapnya.
Secara pribadi, Gayatri merasa senang dan bangga. Bukan hanya karena untuk dirinya sendiri namun untuk solidaritas dan totalitas yang ditunjukkan oleh rekan-rekannya. Baik komite inti WAS maupun supporter Stece pada umumnya.
Untuk laga final nanti, Sabtu (2/11), Gayatri optimis timnya mampu merengkuh gelar ketujuh Honda DBL DI Jogjakarta Series. “Tim basket sendiri sudah yakin. Kalau mereka yakin, kami para supporter juga harus yakin,” ujarnya.
Meski begitu perjuangan Stece diprediksinya tak akan mudah. Soalnya Smada punya mental pantang menyerah yang sudah ditunjukkan ketika comeback di Fantastic Four melawan SMAN 3 Jogjakarta. “Apalagi Smada punya pemain yang serba bisa,” kata Gayatri.
Baca juga keseruan lain di Mainmain.id di sini