JOGJAKARTA-Tahun 2019 menjadi tahun yang menakjubkan bagi tim putra SMAN 9 Jogjakarta. Meski belum mampu melangkah jauh ke Final Party, namun mereka tetap patut berbangga hati. Untuk pertama kalinya sepanjang sejarah, sekolah berjuluk Trappsila itu mampu menapaki babak Fantastic Four Honda DBL DI Jogjakarta Series.
Harus diakui performa anak asuh Pramanta Dicky itu tak bisa dilepaskan dari performa gemilang guard mereka Muhammad Farrel Lazuardi. Farrel, begitu ia biasa disapa, cukup menjadi tulang punggung tim. Bagaimana tidak, sepanjang lima pertandingan yang ia lakoni, siswa kelas X ini mencetak 112 points. DBL.id berkesempatan untuk mengulik pemain berdarah Dompu, Nusa Tenggara Barat ini.
Ketika ditanya bagaimana ia mulai berkecimpung di dunia basket, ingatannya melayang saat duduk di bangku SMP. “Waktu itu kelas 8 ada kakak kelas yang ajakin buat main basket. Dari yang awalnya main biasa, lalu mulai kepingin untuk latihan secara bener. Akhirnya ikut ekstrakurikuler di sekolah,” ujar Farrel ketika ditemui seusai laga Fantastic Four, Selasa (29/10).
Minat itu jadi keterusan. Tak hanya di sekolah, Farrel coba untuk lebih serius berlatih basket dengan bergabung ke klub, Mataram Basket Club. Tingginya intensitas latihan yang ia lakukan, baik di sekolah maupun di klub, praktis membuat kemampuannya berkembang pesat. Selain skill bermain, Farrel mengaku dapat manfaat banyak dari basket untuk kehidupan sehari-hari.
“Terutama untuk hal kedisiplinan ya. Mulai dari makanan sampai hal manfaatkan waktu. Jadi mengatur pola hidup lebih baik,” tandasnya.
Meski mengikuti basket sejak SMP, namun kesempatannya untuk mengikuti kompetisi di tingkat pelajar baru datang ketika ia duduk di bangku SMA. Salah satunya melalui event DBL. Farrel mengaku, komptisi DBL adalah kompetisi yang sangat ia impikan.
Bagaimana tidak, sejak SMP tak jarang ia datang ke GOR UNY untuk menyaksikan sekolah-sekolah dengan tim basket terbaik di Jogjakarta berlaga. Impian itu akhirnya terwujud di tahun 2019 ini. “Rasanya luar biasa. Yang biasanya cuma ada di tribun, sekarang ngerasain atmosfer DBL yang luar biasa di dalam lapangan,” katanya.
Farrel dan kolega boleh jadi bersedih lantaran timnya harus terhenti di babak Fantastic Four. Tapi bagi ia pribadi, apa yang Trappsila torehkan sepanjang musim 2019 ini tetap puas. “Apalagi tim sudah main dengan sangat all-out dan menunjukkan semangat tanding. Tahun depan pasti akan lebih siap lagi,” katanya.
Meski begitu Farrel menyebut masih banyak hal yang harus diperbaiki untuk menyongsong kompetisi tahun depan. “Persiapan diri sendiri masih banyak yang harus dibenahi. Materi tim juga harus banyak improve kalau kita mau ulangi sejarah ini bahkan untuk melangkah lebih,” tandasnya.
Kesempatan Farrel tentu masih banyak. Setidaknya ia masih punya dua kesempatan lagi untuk mengikuti DBL. Ketika ditanya apakah basket akan ia tekuni secara serius, Farrel mengaku belum punya bayangan. Soalnya, ia masih memendam cita-cita menjadi dokter.
Farrel sadar bahwa cita-citanya bukanlah hal yang mudah. Untuk itu ia masih tetap memprioritaskan studi. “Buatku belajar harus punya porsi yang lebih tinggi. Ya, 60:40 lah dengan latihan basket,” kata pria kelahiran Banyuwangi, 16 tahun silam itu.