ESG

DBL ACADEMY

JR DBL

MAINBASKET

SAC

HAPPY
WEDNESDAY

DISWAY

MAINSEPEDA

Ada yang sangat bahagia ketika SMAN 70 Jakarta kembali menyegel trofi juara DBL Jakarta. Yup, musim ini Honda DBL with Kopi Good Day 2024 kembali digelar di Indonesia Arena. Di sana skuad putri Bulungan menang dengan skor tipis 38-37 ketika bertemu SMA Jubilee Jakarta.

Bulungan yang selama ini tak pernah dalam keadaan tertinggal, dibuat kewalahan membendung ambisi Jubilee Jakarta.

Tulisan kali ini bukan soal pertandingan final DBL Jakarta yang begitu ketat. Melainkan soal mimpi Raina Aisha Raheem, salah satu ruki Bulungan yang ternyata sedari SMP ingin sekolah di SMAN 70 Jakarta.

Baca juga: So Sweet! Lama Berpisah, Bryan dan Keluarga Menikmati Final DBL Jakarta Bersama

DBL Play berkesempatan untuk berbincang dengan Bu Cia (Bu Trianti), mama dari Raina. Obrolannya mengalir. Mulai dari mimpi sederhana anaknya hingga faktor-faktor yang bikin Bulungan bisa konsisten di DBL Jakarta.

Ini kan tahun pertama Raina di SMA. Tahun pertama juga ikut DBL. Melihat perjalanan Raina pada awal-awal di SMA bagaimana Bu?

Raina ini berasal dari SMP Swasta. Adaptasi ke SMA negeri ini juga jadi satu hal yang big deal buat dia.

Lumayan struggle juga dengan pelajaran di sekolah. Kita ada latihan yang ambil waktu sekolah. Latihannya jam enam sampai delapan pagi. Ada beberapa hari kita minta dispensasi juga. Otomatis harus catch up materi. Harus kejar guru-guru untuk minta susulan.

Nah, jelas ada perbedaan mengenai cara pengajaran dan kultur pula antara swasta dan negeri. Sempat ada diskusi sama Bu Cia gak soal harus bagaimana untuk menyesuaikan?

Dia selalu diskusi dengan saya. Sempat kewalahan juga, tapi saya ingatkan kalau dari awal ini memang tantangan atas pilihannya. Dia dari kelas 8 SMP sudah mengincar buat sekolah di SMAN 70.

Dari kelas 8 memang sudah mengincar SMAN 70. Pernah tanya gak Bu, kenapa kok Raina ingin banget sekolah di sana?

Alasannya ya ingin main DBL. Dia tahu kalau SMA 70 cukup kuat tim basketnya. Waktu PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) dia tidak ada pilihan SMA lain. Hanya SMA 70 aja. Oh iya, Ayahnya juga alumni SMA 70. Angkatannya terpaut 40 tahun. Ayahnya 1984, Raina 2024.

Waktu tahu kalau Raina terpikir untuk masuk SMA negeri. Kaget atau bagaimana Bu?

Ya, gak gimana-gimana. Seneng juga karena sekolah negeri kan gratis hahahaha. Kami juga dulu sekolahnya di SMA negeri. Survive-survive aja sampai sekarang. Apalagi saat ini Raina kalau berangkat ke sekolah naik KRL.

Dari sudut pandang Bu Cia apa sih bedanya antara sekolah negeri dengan swasta?

Kalau masuk ke SMA negeri itu ibaratnya nyemplung ke dunia nyata. Segala macam orang ada di situ. Bikin anak lebih kaya aja sidh dengan pengalaman  bertemu macam-macam orang.

Nah, sekarang geser ke tim basketnya SMAN 70 Bu. Satu-satunya sekolah negeri yang bisa main di Indonesia Arena. Di tengah gempuran sekolah-sekolah swasta, tapi 70 tetap bisa kokoh dan eksis. Menurut Bu Cia sebagai parents apa sih yang bikin 70 bisa seperti itu?

Sebenarnya 70 bisa seperti ini tuh engga mudah juga. Buat 70 sendiri harus terus regenerasi ya. Kalau sekolah negeri kan sedikit berbeda dengan swasta yang bisa lebih leluasa. Kita harus lewat PPDB. Jalannya lebih berat.

Tapi di 70 juga semua pemain itu mendukung, gak cuman satu atau dua pemain saja yang menonjol.

Di 70 itu ada beberapa anak kelas 10 SMA yang anak klub tapi tidak bisa masuk tim DBL. Jadi di 70 sendiri persaingannya  itu ketat juga.

Sekarang soal DBL sendiri Bu. Sudah 20 tahun menggelar kompetisi. Dari Bu Cia sendiri ada masukan kah untuk DBL agar bisa terus konsisten dan membuat terobosan-terobosan?

Gini. Pembinaan basket di Indonesia itu masih based on klub. Belum based on sekolah seperti di Amerika Serikat. Mumpung Mas Azrul (Azrul Ananda) ada di kepengurusan Perbasi, bisa banget kan diatur jadwal kompetisi sekolah dan klub supaya tidak bentrok.

Kalau saya lihat sekarang terlalu banyak turnamen-turnamen antarsekolah yang receh-receh. Kualitasnya kurang tapi menyita waktu anak-anak.

Nah, buat ke sana, DBL dibuat sistem liga. Main setengah kompetisi aja, itu otomatis sekolah akan lebih serius membina tim basketnya. Nah, turnamen nasionalnya sistem gugur seperti di Jepang. Tapi ini terlalu ngelantur sih saya hahahaha.

Dibuat sistem liga, menurut Bu Cia bagaimana DBL tetap menjaga mutu pertandingannya?

Gini, mungkin untuk tim-tim level dua atau tiga bisa ada sistem pool. Nanti yang lolos langsung sistem gugur gak  apa. Bagus juga buat student athlete karena mereka dapat kesempatan bertanding di DBL agak banyak.

Bagus banget idenya Bu. Saya rasa cukup Bu. Terima kasih banyak ya Bu.

Baik, sama-sama, Mas.

Profil pemain ini bisa dilihat pada halaman di bawah ini (pengguna Android bisa melakukan scroll dengan double tap)

  RELATED ARTICLES
Comments (0)
PRESENTED BY
OFFICIAL PARTNERS
OFFICIAL SUPPLIERS
SUPPORTING PARTNERS
MANAGED BY