Comeback manis SMA YPS Soroako di Honda DBL with Kopi Good Day 2024 South Sulawesi tentu tak bisa dipisahkan dari peran pelatih bernama Kurniawan Hazairin.
Namanya tak asing lagi di dunia basket, terutama di Sulawesi Selatan. Di DBL apa lagi. Coach Kurniawan langganan membawa tim basket SMAN 11 Makassar tembus final. Pada 2022 lalu, coach Kurniawan juga membawa SMAN 11 Makassar kawin gelar.
Cerita perjalanan coach Kurniawan hingga menjadi nakhoda SMA YPS Soroako seperti sebuah misionaris.
Ya, sejak SMAN 11 Makassar menjalani hukuman larangan tampil di DBL, coach Kurniawan kemudian berpikir ingin mewujudkan misinya selama ini. Ia ingin agar lebih banyak sekolah di Sulawesi Selatan terlibat di DBL.
"Bayangkan, di Sulsel itu ada 24 kabupaten dan kota. Tapi selama ini tim-tim yang terlibat di DBL hanya berasal 2-3 kota dan kabupaten saja. Padahal kompetisi DBL ini sangat penting untuk anak-anak muda," terangnya.
Misi itu sebenarnya sudah dijalankan coach Kurniawan sejak ia masih menjadi pelatih untuk SMAN 11 Makassar. Ketika DBL Makassar berakhir, seringkali coach Kurniawan menggelar coaching clinic. Tujuannya berbagi ilmu ke sekolah di kota-kota nun jauh di sana. Semakin jauh dari kota Makassar, semakin menantang bagi coach Kurniawan.
"Sampai ada yang bilang, saya itu seneng bikin coaching clinic di daerah-daerah yang tidak ada di peta," kelakarnya.
Nah, di akhir 2023 silam, perjalanan misionaris coach Kurniawan sampailah di Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Tepatnya di kota kecamatan bernama Soroako.
Saat itu ia menggelar coaching clinic di SMA YPS Soroako.
Sekolah itu tak jauh dari Danau Matano. Berbatasan dengan Sulawesi Tengah. Lebih dekat ke Sulawesi Tenggara dibanding ke Kota Makassar -ibu kota Sulawesi Selatan.
Jarak SMA YPS Soroako ke Makassar adalah 603 km. Jika menempuh perjalanan darat butuh waktu antara 13-15 jam.
Baca juga: SMA YPS Soroako Tempuh 15 Jam Perjalanan Demi Comeback di DBL Makassar
Ketika memberikan coaching clinic di SMA YPS Soroako, coach Kurniawan banyak menjelaskan soal DBL. Sebenarnya SMA YPS Soroako juga bukan sekolah yang belum kenal DBL. Mereka sudah pernah merasakan atmosfer DBL Makassar pada 2019 silam. Kala itu perjalanan mereka langsung terhenti oleh SMAN 21 Makassar.
"Mereka tahu DBL sekadar sebuah kompetisi basket pelajar. Tapi mereka kebanyakan baru tahu jika DBL itu selama ini membawa mimpi anak-anak muda Indonesia lewat DBL Camp. Lalu membawa anak-anak terbang ke Amerika lewat All-Star. Saya sendiri kan merasakan bagaimana dilatih dan mendapatkan ilmu dari para pelatih WBA (World Basketball Academy, Australia)," ujar pelatih yang pernah terpilih masuk DBL Camp pada musim 2017 itu.
Mendengar penjelasan coach Kurniawan soal DBL, pihak sekolah antusias untuk ikut lagi kompetisi ini. Para orang tua pun mendukung.
Dari sana kemudian tawaran untuk melatih SMA YPS Soroako datang.
Tawaran itu langsung diiyakan. Coach Kurniawan merasa tertantang. Tawaran itu juga sejalan dengan misinya.
Coach Kurniawan mendedikasikan waktunya kurang sekitar tiga bulan untuk persiapan DBL. Ia memilih tinggal di Soroako. "Ada fasilitas tempat tinggal dari sekolah," katanya.
Bagaimana dengan keluarga? "Saya hanya butuh memberi pemahaman ke keluarga. Apalagi ini berkaitan dengan waktu keluarga dan finansial. Saya tekankan pada mereka kalau soal finansial, rezeki sudah ada yang mengatur," terangnya.
Untuk waktu bersama keluarga, coach Kurniawan mengajukan izin sebulan sekali balik ke Makassar.
"Sempat ada yang bilang ke saya bahwa setelah tidak melatih SMAN 11 Makassar dan saya pilih SMA YPS Soroako, reputasi saya dipertaruhkan. Tapi saya tidak peduli itu. Saya hanya ingin berbagi dan bermanfaat buat banyak sekolah lain," ujarnya.
Selama tiga bulan menjadi pelatih SMA YPS Soroako, pelatih kelahiran 22 Februari 1976 itu banyak melatih fundamental. Ia juga banyak mengubah budaya bermain basket anak-anak SMA YPS Soroako.
"Jujur yang saya masih kurang mempersiapkan mental mereka. I not magician. Tapi saya puas dengan progres anak-anak ini. Apalagi mereka sebelumnya tak punya jam terbang. Tak punya pengalaman," jelasnya.
Tak lupa, coach Kurniawan juga menekan soal kedisiplinan. Ternyata hal itu punya dampak yang besar pada perubahan karakter anak-anak didiknya. "Yang merasakan itu orang tuanya. Katanya, anak-anak mereka jadi disiplin bangun pagi karena ada latihan. Hal itu pula yang membuat orang tua sangat mendukung anaknya ikut DBL," jelasnya.
Dukungan orang tua itu juga ditunjukan ketika mereka "away", dari Soroako ke Makassar. "Banyak sekali orang tua yang menyempatkan hadir. Banyak yang bawa kendaraan sendiri demi bisa melihat langsung anaknya bermain," ungkap coach Kurniawan.
Menurut coach Kurniawan, progres yang cepat dari anak-anak SMA YPS Soroako tak lain karena sekolah ini sebenarnya unggulan secara akademik. Sehingga konsep student athlete yang selama ini ditanamkan DBL Indonesia juga mudah diterapkan di sekolah itu.
"Anak-anak SMA YPS Soroako itu sekitar 60 persennya kebanyakan dapat undangan jalur masuk perguruan tinggi negeri. Kebanyakan Unhas (Universitas Hassanudin Makassar)," kata coach Kurniawan.
Selama mengikuti DBL, coach Kurniawan banyak dibantu oleh seorang alumnus yang menjadi asisten pelatih. Ia adalah Evan Farelio, alumnus SMA YPS Soroako yang sempat bermain di DBL musim 2019. Kebetulan dia sedang proses skripsi di Unhas.
Meskipun akhirnya tersingkir dari DBL karena kalah tipis SMAN 1 Makassar, 28-30, namun coach Kurniawan mengaku puas dengan penampilan anak asuhnya. Apalagi dengan sistem gugur di DBL Makassar, sebelumnya satu kemenangan sudah diraih SMA YPS Soroako atas SMA Athirah Makassar, 35-10.
"Menurut saya hasil ini sesuai harapan. Kami kalah lawan salah satu sekolah terbaik di DBL Makassar. Kemenangan ini juga ditentukan hingga detik akhir pertandingan. Artinya anak-anak sudah memberikan perlawanan yang luar biasa," kata coach Kurniawan.
Ia melihat peningkatkan signifikan sudah terjadi pada skuad SMA YPS Soroako. Bahkan para orang tua pun bangga. "Mereka tadi mengucapkan terima kasih pada saya karena bisa menikmati keseruan pertandingan hingga detik akhir," ceritanya.
Dengan tersingkirnya SMA YPS Soroako, coach Kurniawan mengaku belum memutuskan apakah melanjutkan tugasnya menjadi nakhoda di sekolah tersebut, atau akan pindah sekolah lain.
"Lihat dulu nanti lah," jawabnya. Yang pasti, ia masih ingin menjalankan misinya berbagi ilmu dan mengantarkan kesempatan sekolah lain merasakan DBL.
"Jujur, sebenarnya saat masih di SMAN 11 Makassar saya sering merasa seperti kehilangan passion. Mungkin ya karena sekolah itu sudah terlalu mendominasi di DBL," keta pelatih kelahiran Makassar itu.
Pelatih yang memegang lisensi A Nasional itu mengaku termotivasi mewujudkan misinya itu mungkin karena background pendidikannya. Coach Kurniawan sendiri memiliki background pendidikan psikologi. Bukan murni kepelatihan olahraga. "Itu yang membuat saya merasa kepuasan itu tidak hanya soal juara," pungkasnya. (*)