ESG

DBL ACADEMY

JR DBL

MAINBASKET

SAC

HAPPY
WEDNESDAY

DISWAY

MAINSEPEDA

Pertandingan Honda DBL with Kopi Good Day 2023 Jakarta - South

Apa yang tidak menjadi tujuan utama saat kompetisi DBL pertama kali digelar 20 tahun lalu, kini satu persatu terwujud. Tahu-tahu sudah sampai langit.

Memang tahu-tahu sudah sampai langit, tapi sebenarnya ada sebuah pondasi yang disiapkan. Pondasi itu dirawat kuat lewat sebuah konsistensi.

Sebab sejak awal berdiri, sang founder ingin: Liga anak muda harus proper!

Ya, begitu kata Azrul Ananda (CEO dan Founder DBL Indonesia) saat menyelenggarakan DBL pertama kali di 2004.

Proper di sini bukan hanya pertandingan dan kemasan acaranya saja, melainkan juga dengan pondasi-pondasinya.

Lalu, apa saja pondasi kompetisi DBL itu? Ya, sumber daya manusia dan regulasi pertandingannya. 

Jika diibaratkan dengan rumah, pondasi dari DBL adalah sumber daya manusia dan regulasi tersebut.

Azrul belajar banyak soal itu saat bersekolah di Amerika Serikat. Negara di mana kompetisi-kompetisi olahraga di sana sangat kuat secara pondasi.

Baca juga: Tahu-tahu sudah Sampai di Langit

Sepulang dari Amerika Serikat itu, Azrul Ananda menerapkan ilmu yang didapat dari Amerika Serikat itu lewat DBL Indonesia.

Sumber daya manusia dan regulasi yang proper menjadi perhatian utamanya. Regulasi disiapkan sampai ke hal-hal mendasar.

Salah satu semangat membuat regulasi itu adalah bagaimana kompetisi bisa menarik banyak partisipan. Bagi DBL yang terpenting adalah sebanyak mungkin anak muda berpartisipasi. Bukan hanya jadi pemain, juga menjadi penonton.

Semakin tinggi angka partisipasi, semakin besar kemungkinan liga DBL berkembang di masa mendatang. Azrul Ananda sejak awal yakini jika tingkat partisipasi tinggi, nantinya prestasi akan datang dengan sendirinya. Ada hal itu kini sudah terbukti. Tak terasa 20 tahun "Tahu-tahu sudah sampai langit".

Wakil Direktur Donny Rahardian termasuk sosok yang terlibat dalam perancangan regulasi DBL. Menurut Donny, regulasi DBL sebenarnya datang dari prinsip student athlete.

"Makanya, kami punya aturan soal minimal minute play, setiap tim basket wajib mendaftarkan tim dance, peserta harus menyertakan rapor, dan lain-lain," jelas Donny.


Aksi pemain putra SMA Tri Tunggal Semarang di Honda DBL with Kopi Good Day 2023 Central Java - North.

Jika ada yang bertanya, kenapa DBL Indonesia punya aturan sendiri yang berbeda dari kompetisi lain, maka ini adalah jawabannya.

Apapun regulasi yang datang dari DBL, semangatnya tetap mengacu kepada partisipasi dan student athlete.

Dari semangat tersebut, lahirlah regulasi "khas" kompetisi DBL. Mengapa disebut khas? Karena tidak ada kompetisi SMA lain yang membuat aturan ini selain DBL Indonesia.

Baca juga: Mengapa Ada DBL? Chit-Chat Bareng Azrul Ananda

DBL Indonesia mewajibkan setiap pemain basket wajib memiliki minimal minute play. Jumlah minute play tergantung dengan sistem kompetisi di kota masing-masing.

Seluruh tim sekolah yang mendaftar juga wajib mendaftarkan tim dance. "Karena spirit DBL Indonesia adalah partisipasi, kita juga menyiapkan wadah untuk selain tim basket. Sekarang yang menjadi bagian dari DBL nggak cuma tim basket, tapi juga tim dance, pelatih, supporter," kata Donny.

Bagi sebagian orang yang sudah familiar dengan DBL, pasti tahu jika kompetisi ini mewajibkan pemain basket mempunyai minimal nilai akademik. Mereka harus melampirkan halaman rapor. Lengkap dengan nilai minimal beberapa pelajaran.

Kewajiban ini juga dilatarbelakangi dengan konsep student athlete yang diusung oleh DBL Indonesia. Bahwa untuk menjadi athlete yang baik, pemain juga harus jadi student yang pandai.

"Mau sampai kapanpun, polisi dan rambu-rambu regulasi DBL Indonesia adalah dua hal itu, partisipasi dan prinsip student athlete," ucap Donny.

Meskipun demikian, bukan artinya DBL Indonesia berhenti mengembangkan regulasi sampai di tahap itu saja. Terlebih, ada beberapa aturan dari FIBA terkait regulasi pertandingan dan kostum.

Baca juga: Bicara 20 Tahun DBL, Azrul Ananda: Prestasi Tak Dihasilkan dari Cara Instan

Jadi, jangan heran jika DBL Indonesia mengatur hingga ke hal paling detail seperti minimal nilai rapor. Belum lagi menyoal aturan jersey, kostum wasit, kostum pelatih, dan regulasi khusus pertandingan lainnya. 

"Setiap tahun penuh challenge. Ketika kami memberikan regulasi, kami juga harus evaluasi. Nggak serta-merta akan kita berlakukan seterusnya. Contohnya ada Respect The Game," ungkap Donny.

Respect The Game adalah sebuah aturan pertandingan di DBL, di mana tim yang unggul 20 poin wajib melakukan formasi bertahan yang tidak melewati garis tengah lapangan (half court).

Respect The Game dibuat dan diberlakukan di tahun 2016. Nah, aturan ini juga dilandaskan dengan semangat partisipasi dan prinsip student athlete

Bisa dibayangkan jika ada dua sekolah bertemu dengan kekuatan yang sangat timpang. Satu sangat jago. Satu biasa saja.

Jika tidak diterapkan Respect The Game dan skor mencolok terjadi, dampaknya semangat anak-anak dari sekolah yang kalah untuk kembali berpartisipasi bisa saja luntur.

Regulasi khusus dari DBL Indonesia ini diberlakukan untuk membuat tim bisa mengevaluasi dan mengembangkan permainan mereka di lapangan.

Berbicara soal regulasi-regulasi di DBL Indonesia, DBL Play akan membahasnya lebih lengkap di artikel selanjutnya. 

Nantikan konten dan artikel DBL Play berikutnya, spesial dalam seri 20 Tahun DBL Indonesia! (*)

Lihat cerita-cerita menarik DBL dalam seri 20 Tahun DBL Indonesia selengkapnya di sini

  RELATED ARTICLES
Comments (0)
PRESENTED BY
OFFICIAL PARTNERS
OFFICIAL SUPPLIERS
SUPPORTING PARTNERS
MANAGED BY