Tak bisa dipungkiri, bicara soal basket Indonesia memang erat kaitannya dengan DBL Indonesia. Wadah yang menyajikan pertarungan basket antarSMA terbesar se-Indonesia ini bakal genap berusia 20 tahun.
Berdiri sejak 2004 di tanah kelahiran, Surabaya, DBL Indonesia kini sudah menjajah sebanyak 31 kota dan 23 provinsi. Palu, Sulawesi Tengah menjadi cakupan terakhir yang mulai bergabung sejak dua musim terakhir. Meski belum resmi menjadi liga.
Melihat pergerakan DBL Indonesia dari tahun ke tahun, Risdianto Roeslan menjadi salah satu pelatih legenda yang turut mengamati perkembangan basket Tanah Air.
Hadirnya kompetisi DBL tingkat SMA dinilai sangat membantu dalam misi pencarian bibit berkualitas. Terlebih DBL Indonesia tak henti-hentinya melebarkan sayap hingga ke seluruh penjuru daerah.
Baca Juga: 20 Tahun DBL di Mata Ferry Setiawan: Goals dan Arah Kompetisi DBL Sangat Jelas!
Pemerataan wilayah dan konsistensi inilah yang membuat Risdianto Roeslan atau coach Risdi terkagum-kagum. Dan dianggap belum ada yang mampu menyaingi. “Yang jelas, DBL menyumbangkan jadwal teratur di setiap tahunnya,” buka coach Risdi.
“Dampaknya tentu besar sekali. Otomatis setiap tim pasti mempersiapkan program dengan harapan timnya menjadi lebih baik untuk bertanding di DBL. Hal tulah yang diberikan oleh DBL. Atmosfer yang belum tentu semua penyelenggara event punya,” sambungnya.
Pelatih yang kini mengemban predikat Kopi Good Day DBL Indonesia All-Star 2024 jug menahkodai SMA Olifant Yogyakarta ini ikut merasakan dampaknya.
“Mungkin dulu anak-anak cuma mengenal voli dan sepak bola. Sekarang mereka bisa lihat kompetisi basket dengan segala pernak-pernik dan hype yang diberikan oleh DBL. Dari situ membuat olahraga ini popularitasnya naik,” kata coach Risdi.
“Kalau popularitasnya naik, tentunya banyak yang penasaran dan ingin berpartisipasi buat ikut di dalamnya. Nah ini secara tidak langsung menjadi sumbangan kedua dari DBL khususnya usia anak SMA untuk masa depan basket Indonesia,” imbuhnya.
Baca Juga: Fokus Utama Risdianto Roeslan untuk Skuad Putri DBL Indonesia All-Star
Sebelum adanya kompetisi DBL, coach Risdi menyebut bahwa beberapa kompetisi besar sempat menjajah beberapa daerah Indonesia. Namun, dinilai masih kurang konsisten.
“Sumbangan terbesar DBL adalah keteraturan. Baik dari jadwal, kompetisi, maupun standar pelaksanaan kompetisi bola basket SMA. Jadi dulu memang ada beberapa kompetisi, tapi mengapa mereka tidak bertahan? Karena standar pelaksanaannya beda-beda,” tegasnya.
“Maksud saya, setiap daerah, ajang kompetisi paling bergengsinya berbeda-beda. Secara kualitas penyelenggaraan juga tidak bisa dipastikan untuk keteraturannya tadi. Jadi DBL menang di situ. Sekarang, anak SMA mana yang tidak mau main di DBL?” tutup pelatih yang bakal bertolak ke Amerika Serikat itu. (*)