ESG

DBL ACADEMY

JR DBL

MAINBASKET

SAC

HAPPY
WEDNESDAY

DISWAY

MAINSEPEDA

Lukisan Dewa Neptunus dari SMAN 20 Surabaya ini hanya diselesaikan dalam waktu tiga hari.

Sebuah Koreo 3D megah ditampilkan oleh para Twyster-sebutan Supporter SMAN 20 Surabaya- saat mereka mendukung timnya melawan SMAN 16 Surabaya Jumat (20/9) lalu. Mungkin lebih tepat disebut karya seni. Hal ini dikarenakan secara visual lukisan berukuran jumbo tersebut sangat indah dilihat. Baik secara langsung maupun dari tayangan live streaming.

Hal ini tak hanya sekali. Setiap penampilannya, Twyster selalu membawa sebuah lukisan indah berukuran jumbo. Mulai dari tokoh Gatotkaca hingga sosok buaya putih maskot mereka.

DBL.id pun berkesempatan berbincang dengan salah satu koordinator dari Twyster, Gamma Nurhickmah. Siswa kelas tiga ini menceritakan bagaimana lukisan dewa mitologi Neptunus bisa hadir di DBL Arena.

“Ini semua karena kreativitas teman-teman dan dukungan penuh sekolah. Makanya, kita bisa menunjukkan kalau supporter ini bukan sekedar ajang hura-hura,” ujar Gamma.

Gamma pun bercerita tentang bagaimana mereka sempat dicap nakal sebagai supporter. Namun, mereka tak gentar. Twyster selalu menjawabnya dengan karya dan dukungan ke setiap elemen sekolah yang sedang berkompetisi. Salah satunya di Honda DBL.

Hal inilah yang meluluhkan hati para guru dan elemen sekolah mereka. Bahkan sekarang, para guru juga menjadi satu untuk mendukung siswa-siswanya. Bukan di tempat terpisah. Namun menjadi satu bagian di tribun Twyster.

“Kita senang selalu dibantu sekolah dalam menyelesaikan segala keperluan Twyster. Salah satunya dengan meminjamkan lapangan agar kami bisa berkarya. Meski simpel, hal ini sangat berarti bagi kami,” ujarnya.

Untuk koreo Neptunus sendiri Gamma pun menjelaskan bahwa proses pengerjaannya dilakukan selama tiga hari. Ya, dengan ukuran jumbo tersebut hanya membutuhkan waktu tiga hari. Tentu hal ini sedikit tidak masuk akal. Melihat mereka masih SMA.

Di Twyster sendiri ada beberapa divisi yang mengakomodasi keperluannya masing-masing. Mulai dari bendahara, perkusi, hingga divisi kreatif. tiap-tiap divisi inilah yang menjadi akar terbentuknya sebuah karya dari para Twyster,

Untuk pengerjaan koreo sendiri, divisi kreatif lah yang mengambil peran. 50 orang dikerahkan untuk membuat sebuah lukisan tersebut. Diawali dengan membuat sketsa di kertas millimeter, mereka pun mengaplikasikannya ke media kain.

Setelah sketsa ukuran jumbo tersebut selesai, mereka melanjutukan ke proses mewarna. Disinilah momen paling krusial terjadi. Salah pewarnaan sedikit saja akan membuat karya mereka tidak sempurna. Namun, semua dijawab dengan kekompakan para Twyster.

“Awalnya kita kasih warna dasar dulu, setelahnya baru kita kasih sentuhan warna gradasi agar makin bagus. Dalam proses ini, 50 orang terlibat. Makanya bisa selesai tepat waktu,” ujarnya.

Ada beberapa kisah menarik dalam pengerjaan koreo ini. Dalam mengerjakan sebuah lukisan raksasa, mereka mengerjakannya dari pagi hingga pagi. Bahkan, mereka kerap menghabiskan malam di lapangan sekolah untuk menyelesaikan segala keperluan mereka.

“Kalau udah shubuh, kita gantian pulang buat ambil baju sama mandi. Nah waktu jam pelajaran sekolah, kita juga meminta ijin secara bergantian buat mengerjakan koreo. Dan alhamdulillah guru tidak keberatan selama nilai kita juga tetap bagus,” ujarnya.

Meski timnya gagal melangkah ke babak delapan besar, Gamma dan para Twyster tidak kecewa. Mereka justru bangga karena tim basket mereka sudah menunjukkan yang terbaik untuk sekolah kebanggaan mereka.

Tetap berkarya Twyster dan para supporter sekolah lainnya. Ini #waktunyabuktikan kalau kalian bisa banggakan sekolah melalui karya-karya kalian!

 

 

  RELATED ARTICLES
Comments (0)
PRESENTED BY
OFFICIAL PARTNERS
OFFICIAL SUPPLIERS
SUPPORTING PARTNERS
MANAGED BY