Kisah ini dimulai dari tahun 2008. Tahun pertama saya, Octavianus Theodorus, menginjakkan kaki di lapangan Honda DBL with KFC North Sulawesi Series (DBL Manado). Itu juga menjadi pengalaman perdana saya membawa SMAN 2 Bitung masuk ke lingkaran persaingan basket pelajar SMA.

Saat itu, kami harus puas dengan segala keterbatasan yang kami punya. Baik dari segi sumber daya manusia, fasilitas, dan hal-hal lain menyangkut persiapan jelang kompetisi bergulir. Di tahun 2009, masih dengan keterbatasan ini, saya dan tim berhasil mencapai semifinal DBL Manado.

Di tahun itu juga, perjalanan panjang ini dimulai. Saya terpilih menjadi bagian dari First Team DBL Manado. Berangkat ke Amerika Serikat adalah mimpi sebagian besar orang-orang yang berkecimpung di olahraga bola basket. Saya salah satunya.

Namun, mimpi itu harus disimpan terlebih dahulu di tahun 2009. Bersamaan dengan kenyataan bahwa masih banyak ruang kosong yang harus saya isi dengan pengalaman, ilmu, dan jam terbang, untuk kembali ke lingkaran persaingan.

Di tahun 2013, kesempatan itu datang lagi. Saat itu saya tidak lagi menukangi SMAN 2 Bitung, melainkan SMA Don Bosco Manado. Saya kembali terpilih First Team ketika berhasil membawa tim melangkah ke semifinal. Sayangnya, masih belum waktunya untuk terbang ke Negara Adidaya itu.

Begitu pun tahun-tahun berikutnya. Mimpi itu harus saya simpan sambil saya menambah kekurangan di sana-sini. Peluang datang lagi di tahun 2017, yang lagi-lagi harus mengurungkan keberangkatan saya ke Amerika. 

Hingga akhirnya, saya berhasil checklist mimpi itu di tahun 2023. Perjalanan panjang ini akhirnya bersambut di tahun ke-14 saya berjuang. Di tahun-tahun itu, tentunya saya mengalami banyak perubahan, terutama soal pola berpikir.

Jika di tahun pertama saya ikut DBL Camp hanya untuk mencari pengalaman dan menambal kekurangan saya, di tahun keempat saya ikut DBL Camp ini saya memasang target. Amerika Serikat adalah pemicunya. Mimpi terbesar saya.

Panjang dan lama, memang. Apalagi jika dilihat lebih jauh, tim kami kurang dukungan dari sekolah. Berbeda dengan sekolah lain yang mempunyai fasilitas memadai, sumber daya manusia mumpuni, dan hal-hal material lain yang mereka miliki.

Beberapa kali pun saya pernah tidak menerima honor sebagai pelatih. Tidak jarang pula saya harus memutar otak untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tim. Kuncinya adalah konsisten dan niat. Saya berniat untuk menjadikan tim SMAN 2 Bitung bagus dan kompetitif, maka saya harus konsisten dalam memperjuangkan itu.

Ditarik lebih luas, kondisi pembinaan olahraga basket untuk usia muda di Bitung sendiri terbilang ketinggalan dibanding kota-kota besar lain. Modal saya lagi-lagi adalah konsisten dan niat. Kesempatan menjadi Ketua Perbasi Bitung di tahun 2014 sampai 2018 pun jadi langkah besar saya.

Status 'orang nomor satu Perbasi Bitung' itu kemudian saya manfaatkan untuk membuat program pembinaan, pengembangan, dan penyempurnaan di sana. Hasilnya cukup memuaskan, setidaknya kini basket Bitung bisa bersaing dengan kota-kota lain. Seperti Manado misalnya. 

Nama-nama pemain basket dari Bitung pun cukup wangi di liga profesional. Mereka ada di Satya Wacana, Indonesia Patriot, dan mengisi deretan pemain di PON. Mimpi ke sekian saya yang berhasil saya penuhi.

Memang masih belum sepenuhnya sempurna. Tapi saya masih punya komitmen untuk bisa terus memajukan basket di Bitung ini. Kesempatan menjadi KFC DBL Indonesia All-Star 2023 ini tentu tidak akan saya sia-siakan.

Belajar dari pengalaman 14 tahun perjalanan saya meraih gelar spesial ini. Ditambah keinginan saya untuk membagikan ilmu dengan rekan-rekan sejawat, juga mengembangkan pemain muda berbakat di sini.

Kalau ditanya, bagaimana bisa basket di Bitung, di Sulawesi Utara, bisa berkembang? Ini lah jawabannya. Konsisten dan niat membawa kami berada di titik ini.

Tidak sedikit pelatih yang mempunyai prinsip seperti saya ini. Bahkan, ada yang lebih hebat dibanding saya. Pada akhirnya, saya yang hanyalah pelatih beruntung dari Bitung bisa mencapai mimpi ini setelah 14 tahun lamanya.

Konsistensi membawa saya menjadi All-Star. Niat saya, ketika saya pulang dari Amerika Serikat nanti, saya akan berbagi. Menurunkan pengalaman yang saya dapat, menebarnya ke semua rekan, juga membina pemain-pemain muda. 

Terima kasih DBL Indonesia, untuk kesempatan besar ini. Untuk berperan besar bagi kemajuan olahraga basket di Bitung, di Sulawesi Utara...

*Tulisan ini disarikan dari hasil wawancara dengan Octavianus Theodorus, pelatih SMAN 2 Bitung sekaligus pelatih KFC DBL Indonesia All-Star 2023.

Populer

Trilogi Final DBL Jakarta: Bulungan Makin Komplet dengan Kombinasi Pemain!
Drama Overtime Antarkan SMAN 1 Pacet Mojokerto ke Playoffs
Awaluddin Hatta Ingin Kuliah di Fakultas Ilmu Keolahragaan UNM Makassar
Pantang Menyerah, Zikra Ingin Tutup Masa SMA dengan Manis di DBL Camp
Mimpi Turun-temurun, Sachi dan Sang Ayah Solid Ingin Rasakan Indonesia Arena